Kamis, 02 Februari 2017

Abu Dzar Al-Ghifari

📝@ArtieTeja
📚Resume, sumber "60 Sirah Sahabat Rasulullah SAW-Khalid Muhammad Khalid

🌷Abu Dzar Al-Ghifari🌷
"Pelopor Perlawanan dan Tokoh Gerakan Hidup Sederhana"

👉Abu Dzar Al-Ghifari berasal dari suku Ghifari dengan nama asli Jundub bin Junadah.  Ia terhitung sebagai orang kelima atau keenam yang masuk Islam.

Suku ghifar adalah perampok yang sangat kejam.  Bahkan sudah menjadi simbol perampokan.

Abu Dzar adalah orang yang berkarakter pemberani dan revolusioner,  menentang segala bentuk kebatilan.

Di saat Rasulullah memilih berdakwah secara sembunyi-sembunyi tetapi Abu Dzar dengan karakternya selalu ingin meneriakkan dakwah sampai pada akhirnya ia masuk Masjidil Haram lalu berseru sekencang-kencangnya "Asyhadu alla ilaha illallah,  wa asyhadu anna Muhammadarrasulullah". Inilah pertama kali Islam disuarakan dengan terang-terangan,  menantang kesombongan orang-orang Quraisy dan memekakan telingan mereka. Meskipun Abu Dzar sudah tahu resiko yang akan ia hadapi,  orang-orang Quraisy mengepung dan memukulinya hingga ia pingsan.

Abu Dzar kembali kepada keluarga dan kaumnya.  Ia menceritakan kepada mereka tentang Nabi yang mengajak manusia menyembah Allah semata,  dan membimbing mereka supaya berakhlak mulia. Abu Dzar berdakwah dan satu per satu mereka masuk Islam.  Rombongan kabilah Ghifar dan Aslam yang dipimpinnya semua masuk Islam.

Rasulullah semakin takjub dan kagum.  Kemarin,  beliau begitu takjub ketika dihadapannya berdiri seorang laki-laki dari Ghifar yang menyatakan keislamannya.  Saat itu beliau bersabda, "Sungguh, Allah memberi hidayah kepada siapa yang Dia kehendaki". Dan hari ini,  seluruh warga Ghifar datang dan sudah memeluk Islam serta warga Aslam juga ikut bersama mereka.

Bagi Rasulullah di dadanya Abu Dzar akan disematkan bintang tertinggi,  dan sejarah hidupnya akan selalu dikenang.  Generasi demi generasi akan selalu mengingat kata-kata Rasulullah tentang Abu Dzar,  "Tidak akan ada lagi orang sejujur Abu Dzar".

Abu Dzar adalah orang yang sangat jujur.  Semua kehidupan Abu Dzar penuh dengan kejujuran. Kejujuran yang terpancar dari hatinya.  Kejujuran yang bersumber dari keyakinannya. Tidak menipu dirinya atau menipu orang lain,  dan tidak mau ditipu orang lain.  Kejujuran bukan berati diam membisu.  Baginya, kejujuran yang tidak diekspresikan dalam kata-kata atau tingkah laku bukanlah kejujuran. Kejujuran adalah memperlihatkan kebenaran dan menentang kebatilan.  Kejujuran adalah loyalitas kepada kebenaran, keberanian mengekspresikan kebenaran,  dan gerakan seirama dengan kebenaran.

Suatu hari Rasulullah bertanya kepadanya,  "Abu Dzar,  apa yang akan kamu perbuat jika kamu hidup di bawah pemerintahan para pemimpin yang menguasai harta rampasan perang untuk kepentingan mereka sendiri? ". Abu Dzar menjawab,  "Demi yang telah mengutusmu dengan kebenaran,  akan kutebas mereka dengan pedangku!".

Rasulullah bersabda,  "Maukah kuberitahu tindakan yang lebih baik.  Bersabarlah hingga kamu berjumpa denganku".

Pemimpin dan harta, inilah permasalahan yang akan dihadapi Abu Dzar.  Permasalahan yang terkait dengan masyarakat dan masa depan. Rasulullah melarangnya menggunakan pedang untuk menghentikan para pemimping itu,  tapi beliau tidak melarangnya menggunakan kata-kata.

Ketika masa Rasulullah berlalu dan tibalah masa Abu Bakar lalu masa Umar.  Masa-masa ini godaan hidup tidak bisa unjuk gigi.  Nafsu serakah sama sekali tidak mendapatkan jalan.  Khalifah Umar mengharuskan para pemimpin daerah dan orang-orang kaya untuk tetap hidup sederhana. 

Jika ada pemimpin daerah yang memakan kue yang tidak terjangkau oleh rakyat miskin,  maka pemimpin daerah tersebut pasti dipanggil menghadap untuk mempertanggungjawabkannya.

Abu Dzar merasa lega dan tenang,  karena tidak mendapati penyalahgunaan kekuasaan dan penumpukan harta dengan demikian ia bisa lebih banyak menghabiskan waktunya untuk ibadah dan berjihad.  Ia juga masih terus meluruskan kesalahan-kesalahan yang ada meskipun hanya sedikit yang terjadi.

Akan tetapi,  setelah Khalifah terbesar yang sangat adil dan paling mengagumkan wafat,  terasa adanya celah yang amat dalam.  Seiring dengan perluasan wilayah Islam,  ambisi dan keinginan meraih jabatan dan menikmati kekayaan juga bertambah. Abu Dzar melihat bahaya ini.

Kepentingan pribadi sudah hampir menyesatkan orang-orang yang tugasnya sehari-hari menegakkan panji-panji Allah.  Dunia dengan daya tarik dan tipu muslihatnya yang mempesona sudah hampir memperdayakab orang-orang yang mengemban risalah untuk mempergunakan dunia sebagai ladang kebajikan.  Harta yang dijadikan Allah senagai pelayan yang harus tunduk kepada manusia sudah hampir berubah menjadi tuan yang mengendalikan manusia.

Allah menciptakan kekayaan bumi untuk semua manusia.  Mereka mempunyai hak yang sama untuk menikmati kekayaan itu.  Tetapi sekarang dimonopoli oleh sekelompk manusia. Jabatan yang merupakan amanah untuk dipertanggungjawabkan kelak di pengadilan Ilahi,  berubah menjadi alat untuk berbuat sewenang-wenang,  mengumpulkan kekayaan,  dan hidup bermegah-megahan yang pasti membawa kehancuran.

Abu Dzar melihat semua ini serasa ingin langsung menghunuskan pedang dan mengibaskannya di udara.  Ia kembali teringat pesan Rasulullah,  tidak sepantasnya ia menghunus pedang untuk menghadapi saudaranya sesama muslim.  "Seorang mukmin tidak membunuh mukmin yang lain kecuali karena salah". (QS An-Nisa':92).

Sekarang bukan saatnya membunuh,  tetapi mengingatkan mereka.  Satu kata yang diucapkannya,  akan lebih mengena daripada ribuan pedang. 

Maka dengan kejujuran dan keberaniannya ia akan menemui para pemimpin,  orang-orang kaya,  dan mereka yang terlena dengan dunia.  Ia akan menjelaskan kepada mereka bahwa perilaku mereka itu membahayakan Islam.

Islam datang untuk membimbing manusia bukan untuk mengambil pajak dari mereka.  Islam mengajarkan manusia bukan kerajaan.  Islam datang dengan kasih sayang bukan dengan ancaman dan siksa.  Islam mengajarkan sikap tawadhu' bukan kesewenang-wenang.  Islam mengajarkan persamaan bukan pengkastaan, kesahajaan bukan keserakahan,  kesederhanaan bukan keborosan,  kedamaian dan kebijaksanaan dalam menghadapi hidup bukan terperdaya dan mati-matian dalam mengejar hidup.

Abu Dzar akan menemui mereka semua, hingga Allah memberikan keputusan di anatar mereka dengan benar.  Dia-lah sebaik-baik pemberi keputusan.

🔷Pada suatu hari,  ia duduk menyampaikan sebuah hadits, Rasulullah berpesan 7 perkara kepadaku:
🔹aku disuruh mencintai orang-orang miskin dan dekat dengan mereka
🔹aku disuruh melihat orang yang lebih rendah dariku dan tidak melihat orang yang berada diatasku
🔹aku disuruh untuk tidak meminta sesuatu kepada orang lain
🔹aku disuruh menyambung silaturahmi
🔹aku disuruh mengatakan yang benar meskipun pahit
🔹aku disuruh untuk tidak takut pada cercaan siapa pun ketika menegakkan agama Allah
🔹aku disuruh banyak mengucapkan "Laa haula walaa quwwata ilaa billah" (tiada daya dan kekuatan kecuali dengab pertolongan Allah). 

Sungguh,  ia menjalankan pesan ini.  Pola hidupnya disesuaikan dengan pesan ini, hingga ibarat hati nurani bagi bangsa dan kaumnya. Hidupnya dibaktikan untuk menentang penyalahgunaan kekuasaan dan penumpukan harta, menghancurkan kebatilan dan menegakkan kebenaran,  dan memikul semua tugas penasihat dan pemberi peringatan.

Ia dilarang memberi fatwa,  maka suaranya semakin lantang.  Ia berkata kepada orang yang melarangknya,  "Demi Zat yang nyawaki berada di tangan-Nya,  seandainya kalian menaruh pedang dileherku,  dan aku masih bisa menyampaikan sabda Rasulullah,  pasti kusampaikan sebelum kalian menebas leherku".

🍃Kamu berjalan sendirian,  mati sendirian,  dan dibagkitkan sendirian".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar