Jumat, 18 Desember 2015

Dimana Letak Bahagia?



Dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha, bahwa pada suatu hari dia bertanya kepada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah, dengan apakah berkelebihan setengah dari yang setengahnya?”

Rasulullah Saw menjawab, “Dengan akal!”

Kata ‘Aisyah pula, “Dan di akhirat?”

“Dengan akal juga,” kata beliau.

“Bukankah seorang manusia lebih dari manusia yang lain dari hal pahala lantaran amal ibadahnya?” kata ‘Aisyah pula.

“Hai 'Aisyah, bukankah amal ibadah yang mereka kerjakan itu hanya menurut kadar akalnya? Sekedar ketinggian derajat akalnya, sebegitulah ibadah mereka dan menurut amal itu pula pahala yang diberikan kepada mereka.”

Sabda Rasulullah pula. “Allah telah membagi akal kepada tiga bagian; siapa yang cukup mempunyai ketiga bagiannya, sempurnalah akalnya; kalau kekurangan walau sebagian, tidaklah ia terhitung orang yang berakal.”

Orang bertanya: “Ya Rasulullah, manakah bagian yang tiga macam itu?”

Kata beliau: “Pertama baik ma’rifatnya dengan Allah, kedua, baik taatnya bagi Allah, ketiga, baik pula sabarnya atas ketentuan Allah.”

Berkata sebagian hukama,
“Tiap-tiap sesuatu di dalam alam ini ada batas perjalanannya. Tetapi akal tidak terbatas: adapun manusia bertingkat-tingkat di dalam derajat akalnya laksana derajat wangi dari tiap-tiap bunga.”

Derajat kebahagiaan manusia itu menurut dejarat akalnya, karena akallah yang dapat membedakan antara yang baik dengan buruk; akal yang dapat menerangkan segala pekerjaan, akal yang menyelidiki hakikat dan kejadian segala sesuatu yang dituju dalam perjalanan hidup di dunia ini. Bertambah sempurna, bertambah indah dan murni akal itu, bertambah pulalah tinggi derajat bahagia yang kita capai. Kepada kesempurnaan akallah kesempurnaan bahagia.

Bertambah luas akal, bertambah luaslah hidup, bertambah datanglah bahagia. Bertambah sempit akal, bertambah sempit pula hidup, bertambah datanglah celaka.
Oleh agama perjalanan bahagia itu telah diberi batas. Puncaknya yang penghabisan ialah kenal akan Tuhan, baik ma’rifatnya kepada-Nya, baik taat kepada-Nya dan baik sabar atas musibah-Nya. Tidak ada lagi hidup di atas itu!

Bahwa segala sesuatu di alam ini baik dan buruknya bukanlah pada zat sesuatu itu, tetapi pada penghargaan kehendak lita atasnya, menurut tinggi rendahnya akal kita.
Pekerjaan akal yang paling berat ialah membedakan mana yang buruk dan mana yang baik, serta memahamkan sesuatu. Dengan akal saja belumlah cukup untuk mencapai bahagia, karena akal akan berhenti perjalanannya sampai kepada membedakan dan memahamkan. Yang menjadi perantara antara akal dengan bahagia, ialah iradah.

Iradah adalah kekuatan nafsiyah kita, pada kedirian kita, yang tidak dapat berpisah dari hajat, hidup.

Maka tidaklah susah mencapai bahagia, menurut agama, kalau telah tercapai empat perkara, yaitu i’tikad yang bersih, yakin, iman, dan Agama.

Rasulullah bersabda, “Bahagia itu ialah tetap taat kepada Allah sepanjang umur.”

(Bahagia itu Dekat dengan Kita, Ada di dalam Diri Kita- Mutiara Falsafah Buya Hamka dalam Tasawuf Modern)

Sabtu, 12 Desember 2015

Tahap dan Faktor Perkembangan Personal dan Emosional Anak Usia Dini

Perkembangan sosial-emosional anak dimulai dari sifat egosentris (memandang permasalahan dari satu sisi), individual dan interaksi sosial. Anak-anak dapat mengekspresikan berbagai emosinya dengan cara yang unik. Erik Erickson membagi perkembangan emosional ada 4 tahapan, yaitu:
1.     Tahap trust vs mistrust (usia 0-1 tahun)
Pada tahap ini bayi yang berkembang kepercayaanya dan juga kasih sayang.  Anak mendapat rangsangan dari luar, seperti lingkungan dan kasih sayang ibu, maka anak akan merasa mampu dan unik dengan segala kelebihannya. Anak akan merasa percaya diri, jika anak mendapatkan pengalaman yang menyenangkan dari lingkungan dan anak akan merasa curiga serta tidak percaya dengan orang lain, jika anak mendapatkan pengalaman yang tidak menyenangkan dari lingkungan. Pada tahapan ini rangsangan positif dari luar sangatlah penting dalam membentuk kepercayaan anak.
2.     Tahap autonomy vs shame and doubt (usia 2 tahun)
Pada tahap ini anak berkembang dari keterampilan fisik dan kompetisi otonomi, dilain pihak kompetensi rasa malu anak berkurang. Pada tahapan ini anak mampu menguasai peregangan atau pelemasan seluruh otot tubuhnya yang selanjutnya anak akan mengembangkan rasa percaya diri anak. Pada tahapan ini anak merasa mampu melakukan sesuatu dan marasa unik dengan segala kelebihan yang dimilikinya dengan bebas, maka anak akan merasa percaya diri. Tapi sebaliknya, bila lingkungan tidak memberikan kepercayaan dan banyak mendikte maka anak akan tumbuh dengan rasa malu dan ragu-ragu. Pada tahap ini orang dewasa perlu memberikan kesempatan pada anak untuk bereksperimen dan bereksplorasi terhadap lingkungannya untuk mejadi serba bisa.
3.     Tahap initiative vs guilt (usia 3-5 tahun)
Keberhasilan menjadi inisiatif, tapi dipihak lain kegagalan membuat perasaan bersalah. Pada tahapan ini anak harus dapat menunjukan sikap inisiatif, yaitu mulai lepas dari ikatan orang tua, bergerak bebas dan berinteraksi dengan lingkungan. Pada masa ini tahap perkembangan emosionalnya lebih baik dari pada tahapan sebelumnya, sehingga anak berpotensi untuk berkembang kearah yang positif (kreativitas, banyak ide, imajinasi, berani mencoba, berani mengambil resiko dan senang bergaul dengan teman sebayanya.
4.     Tahap industry vs inferiority (usia 6-11 tahun)
Tahapan ini merupakan masa kritis bagi anak dalam mengembangkan rasa percaya dirinya. Masa ini anak sudah mampu bereksplorasi terhadap lingkungan. Anak sangat antusias untuk belajar dan berimajinasi, sehingga anak dapat tumbuh dengan sikap berkarya, berhasil, bermotivasi tinggi dan beretos kerja, untuk itu orang tua harus mendukung dan memberikan respon positif.
Anak usia dini (0–8 tahun) adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan, maka usia dini dikatakan sebagai golden age (usia emas) yaitu usia yang sangat berharga dibanding usia-usia selanjutnya. Usia tersebut merupakan fase kehidupan yang unik. Selain tahap perkembangan, anak usia 0-8 tahun mempunyai beberapa karakteristik perkembangan sosial-emosional.
a.  Usia 0-1 tahun, anak mempelajari komunikasi sosial. Bayi yang baru lahir telah siap melaksanakan kontrak sosial dengan lingkungannya. Komunikasi responsif dari orang dewasa akan mendorong dan memperluas respon verbal dan non verbal bayi.
b.  Usia 2-3 tahun, Anak mulai belajar mengembangkan emosi. Perkembangan emosi anak didasarkan pada bagaimana lingkungan menstimulasi, karena emosi lebih banyak ditentukan oleh  lingkungan.
c.   Usia 4-6 tahun, pola bermain anak masih bersifat individu, tapi aktifitas bermain dilakukan anak secara bersama.
d.  Usia 7-8 tahun, pada usia ini anak mulai ingin melepaskan diri dari otoritas orangtuanya. Hal ini ditunjukkan dengan kecenderungan anak selalu bermain di luar rumah bergaul dengan teman sebaya. Anak mulai menyukai permainan sosial, bentuk permainan yang melibatkan banyak orang dengan saling berinteraksi. Perkembangan emosi anak sudah mulai berbentuk dan tampak sebagai bagian dari kepribadian anak.
Anak usia dini mempunyai tugas-tugas perkembangan yang harus anak lewati pada setiap tahap usia anak. Tugas perkembangan berisi kaidah pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini sejak lahir sampai dengan usia delapan tahun. Tugas perkembangan yang dicapai merupakan aktualisasi potensi semua aspek perkembangan yang diharapkan dapat dicapai anak pada setiap tahap perkembangannya.

Perkembangan personal dan emosional anak usia dini tidak selalu stabil. Anak usia dini masih mengalami kesulitan dalam mengekspresikan emosi. Perkembangan personal dan emosional anak dipengaruhi oleh lingkungan, pola asuh, dan kestabilan individu. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan personal dan emosional anak usia dini, meliputi:
1.  Keadaan di dalam diri individu 
    Keadaan diri individu, meliputi usia, keadaan fisik, kognitif, kesehatan dsb. Anak yang mengalami keterbatasan akan sangat berpengaruh terhadap emosi anak dan kepribadian anak. 
2.  Konflik-konflik dalam proses perkembangan 
    Pada fase-fase perkembangan tiap anak mengalami berbagai macam konflik yang pada umumnya dapat dilalui anak dengan baik. Anak akan mengalami gangguan emosi jika anak tidak bisa mengatasi konflik.

3.  Lingkungan
   Faktor lingkungan merupakan faktor yang utama yang mempengaruh perkembangan emosi dan pribadi anak. Faktor lingkungan dibedakan menjadi 3, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah.

Kamis, 10 Desember 2015

Pikiran dan Komunikasi dengan Anak

Otak kanan dan otak kiri adalah pintu masuk komunikasi efektif, misalnya:


*    Jika anak dominan otak kiri, maka pakailah komunikasi dengan lebih mengedepankan logika, mengajak berpikir, dan memutuskan bersama. Anak yang dominan otak kiri tidak suka didikte, apalagi dituduh, ia lebih suka dimintai pendapatnya.

*    Jika anak dominan otak kanan, maka mulailah berkomunikasi dengan menggunakan kekuatan imajinasi dan cerita serta permainan.

Intinya samakan gelombang otak kita dengan Anak, dan masuklah di pintu yang lebih bisa mereka terima jika kita ingin berkomunikasi dengan mereka.
Gunakan kekuatan pikiran sadar dan bawah sadar mereka, yaitu pikiran sadar bersifat responsif (menyimpan memori jangka pendek) dan pikiran bawah sadar bersifat direktorif (menyimpan informasi dalam jangka panjang).