Rabu, 26 Juli 2017

Majelis Ayah

🎁 Sedikit Refleksi Untuk Para AYAH & Calon AYAH ..

_Tulisan Ini dicopas ulang_ oleh Tim MAJELIS AYAH - AQL

*DI GONTOR, BANYAK AYAH YANG MENDADAK JADI KEIBUAN*

Oleh: @Beni Sulastiyo

Mengamati perilaku para AYAH yang sedang mengantarkan anak di Pondok Putri Gontor sangatlah menghibur. Ada saja kisah yang menarik dari mereka, tentang kenekatan mereka berangkat membawa putrinya menyebrangi lautan,  hingga berbagai cerita sedih yang memaksa mereka menjadi seorang AYAH yang berjiwa keibuan.

⏳ Saya lebih banyak cerita tentang aktivitas AYAH bukan karena tak ada ibu yang bersimbah air mata turut serta berjuang mengantar anaknya pada saat akan mondok lho ya. Saya bercerita tentang para AYAH karena yang sering ngumpul bareng memang para AYAH. Di lingkungan pondok pesantren akan terasa aneh kalau ada bapak-bapak berakrab ria dengan wanita, apalagi emak-emak.

💝 *Pertama*, ada cerita tentang Bang Zaman dan putri sulungnya.

Bang Zaman adalah seorang pengusaha pakaian yang sangat ulet. Ia mengaku mendidik putri sulungnya dengan keras. Kesibukannya sebagai pedagang  telah mengurangi waktunya untuk memanjakan sang anak. Semua keperluan sang anak, diserahkan kepada istrinya. Ia sendiri telah memutuskan untuk mengangkat dirinya sendiri sebagai petugas keamanan di dalam negeri mungil keluarganya. ```Misi utamanya memberi peringatan dan hukuman```.

Tak ayal _ia sering memberi peringatan keras kepada anaknya jika bersikap nakal atau melanggar peraturan. Seringkali ia memarahinya, bahkan menghukumnya_. ```Walhasil hubungan pribadi antara dirinya dan anak menjadi agak kaku```. Bagai hubungan antara satpol PP dengan pedagang kaki lima. Hahaa.😄

_Ia mengaku tak punya tradisi memanjakan putri sulungnya_. Saat berninggu-minggu menunggu putrinya di pondok,  hubungan ia dan anaknya biasa-biasa saja, sebagaimana yang terjadi di rumah saat masih berada di kampung halaman. Maka, sepanjang hari saat para capel beristirahat lalu berkumpul dan bercanda dengan orang tuanya, Bang Zaman dan putrinya tak terlihat saling tegur sapa. _Makan bersama diam-diaman, minuman bersama bisu-bisuan. Tiada tukar tanya, tiada sapa canda, apalagi usapan manja_.

_Namun_, pada saat putri sulungnya dinyatakan lulus, ```ia mengaku tak kuasa menahan air matanya```. Dan karena sebab tak terbiasa menangis, ia  merasa malu. Maka, ia pun bergegas mencari tembok yang sepi sembari menahan kebelet tangis yang menekan-nekan syaraf kelopak mata. Begitu ia dapati tembok itu, bertumpahanlah air Bang Zaman. 

Sekujur tubuh tembok itupun basah, lumut-lumut basah, rumput-rumput basah. Tanah dan debu-debu basah. Basah oleh tumpahan air mata bahagia.
Hahaa….

🤓Tangisan pertama itu ternyata memancing tangisan berikutnya.

Siang hari, ketika sang putri yang telah dinyatakan lulus itu resmi menjadi santri dan harus menginap di asrama baru, Bang Zaman kembali mengucurkan air mata. Putri sulungnya tak lagi bisa dijenguk secara leluasa.

Walaupun masih berada dalam sebuah area yang sama, namun Bang Zaman merasa telah dipisahkan oleh jarak yang begitu jauh.```Saat itulah mungkin ia menyadari bahwa ia memiliki cinta, memiliki rasa sayang```, memiliki putri sulungnya yang masih unyu-unyu.

💓 Rasa sayang itu bertumbuh begitu cepat di atas tanah kesadaran yang bakal memisahkan ia dengan putrinya.

Tanpa ia sadari, saya sering memergoki AYAH yang gagah perkasa itu melamun sendirian di halaman luar pondok. Duduk diam membisu sambil menatap pagar teralis kawasan pondok dengan tatapan hampa.

Saat saya mendekat, matanya tampak berkaca-kaca. Dan karena malu, secepat kilat ia mengusap kelopak matanya.

Pernah pula saya melihat Bang Zaman tak tidur semalaman. Ia berbaring di dipan, namun matanya tak mampu ia pejamkan. Maka, semalaman ia hanya memandang langit-langit kamar.

Paginya ia bercerita bahwa semalaman ia tak bisa tidur. Secara tak terkendali berlintasan peristiwa ia dan putrinya. _Terbayang tangisan pertamanya saat baru pertama menatap dunia, terbayang pada saat ia menimang, merangkak dan belajar berjalan. Terbayang pada saat ia mengatar putrinya ke sekolah TK, terbayang pada saat ia memarahinya, terbayang berpuluh bahkan beratus peristiwa  tentang kebersamaan dirinya dan putrinya._

_Dan ketika sadar putrinya sudah berada dalam asrama sedangkan ia harus segera kembali ke kampung halaman_, maka dadanyapun sesak oleh tekanan sedih yang mendalam. Bang Zaman berupaya menahan. Namun semakin ditahan perasaannya semakin tak karuan. Karena tak kuat, Bang Zaman melepaskan sedihnya. Membebaskan cinta tulus yang terpendam, lalu mengalirkannya bersama bulir-bulir air mata kasih sayang pada saluran malam yang pekat.

💝 _kedua_ Cerita dari Bang Rudy lain lagi. Ia dan anaknya sudah biasa hidup berjauhan. Anaknyapun sangat mandiri. Seperti pula tradisi dalam banyak keluarga, peran ibu biasanya sangat dominan. Sehingga secara psikis hubungan seorang ibu dengan anak jauh lebih kuat dibandingkan ikatan seorang AYAH dengan anaknya. Begitu juga mungkin yang terjadi pada Bang Rudy.

_Ia merasa tak terlalu dekat dengan putrinya_, karena sejak bayi istrinyalah yang mengurus putrinya. _Ia mengaku tak pernah meneteskan air mata dalam perjalanan membesarkan anaknya_. Paling hanya pada saat hari raya saja.

_Ia juga mengaku tak pernah menangis saat mendengar anaknya naik kelas. Bahkan perasaannya biasa-biasa saja saat mendengar pengumuman bahwa putri sulungnya telah tamat sekolah dasar dan dinyatakan berhak melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya._

*Namun*, saat mengantarkan putri sulungnya ke Pondok Putri Gontor dan menungguinya belasan hari lamanya, pelan-pelan bertumbuh ikatan batin yang semakin kuat dengan anaknya.

_Dan entah mengapa, saat mendengar putri sulungnya lulus ujian sebagi santri Pondok Gontor Putri, air matanya berlinang_.

Ia mencari putrinya, putrinya mencari AYAHnya, dan saat berjumpa kedua makhluk itu lalu saling berpelukan dan menangis sesenggukkan.

Rasa sesak di dada dan sedih yang tak tertahankan kembali meletup dan mengalirkan air mata saat ia membantu anaknya memindahkan barang ke asrama barunya.

Ceritanya, setelah barang-barang putrinya masuk di kamar asrama, tetiba ia dan ratusan orang tua santri diminta untuk keluar oleh para santri senior yang menjaga adik-adiknya.

Sontak, Bang Rudy merasa kehilangan otoritas kepemilikan terhadap anaknya. Karena suasana riuh, Bang Rudy lupa memberi tahu tempat ia menginap kepada putrinya yang masih belum beranjak remaja itu.

Saat istirahat, sang anak berputar-putar di seluruh area pondok mencari ayahnya. Sementara Bang Rudy bolak balik dari gajebo tempat ia menginap ke bagian penerimaan tamu di depan asrama. Sayangnya Bang Rudy tak berhasil menemukan putrinya. Begitupun putrinya.

Bang Rudy resah karena belum berkesempatan mencium kening sang anak. Sang anak berurai air mata karena berpikir ayahnya sudah pulang ke kampung halaman, meninggalkannya seorang diri, terkurung dalam kamar asrama yang masih teramat asing bagi dirinya. Tega nian AYAHku, batin sang anak.

Menjelang sore, Bang Rudy berjalan gontai menuju gajebo tempat ia meletakan barang. Ia merasa lelah menunggu lama di area penerimaan tamu. Sang putri merasa lelah pula karena telah berputar berkali-kali di kawasan pondok yang sangat luas sambil menangis sesenggukan.

Lalu tak tau gimana kedua mahluk yang sama-sama lelah itu secara tak sengaja berpapasan. Bang Rudy menatap anaknya, anaknya balas menatap AYAHnya.

AYAHnya berharap perempuan kecil berseragam di depan itu adalah anaknya. Anaknya berharap pria tambun di depannya itu adalah AYAHnya.

Sejenak kedua manusia itu saling menatap. Ternyata harapan kedua makhluk itu benar adanya.

Lalu seperti dalam adegan sepasang kekasih di film india, kedua mahkluk itu berlari kecil, saling mendekat lalu saling berpelukkan. Sang anak melepaskan air matanya. Pipinya basah oleh air mata bahagia.

😢Sang AYAH mengusap pipi anaknya. Sang AYAH khawatir tumpahan air mata putri kecilnya itu  membasahi jilbab putih _putri_ kesayangannya.

Sayangnya, ia lupa mengurus air matanya sendiri. Air mata sang AYAH ternyata bertumpah jauh lebih deras daripada air mata putrinya. Tak ayal jilbab putih yang baru selamat dari tumpahan air mata sang anak itu, justru tak selamat dari tumpahan air mata sang AYAH.

Jilbab putih sang anak itupun lalu basah kuyup oleh air mata sang AYAH!
---***---
🔺*Cerita diatas adalah cerita betulan. Demi menjaga kegagahperkasaan para pelaku, nama-nama AYAH dalam cerita di atas terpaksa saya samarkan, hehee.

Bungben, Pontianak, 19 Juli 2017..
= = = = = = = = = = =
😬tak terasa 😭 Meleleh juga air mata kita ya..

```AYAH mendidik Bukan Hanya Tugas Ibu```... _Manfaatkan dengan baik masa-masa mendidik dan membesarkan putra-putri kita.
-Ayah,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar