Sabtu, 01 Februari 2014

Multiple Intelligences



A.   PENDAHULUAN
Pendidikan adalah sebuah proses memberikan lingkungan agar peserta didik dapat berinteraksi dengan lingkungan untuk mengembangkan kemampuan yang ada pada dirinya. Kemampuan tersebut dapat berupa kemampuan kognitif yakni mengasah pengetahuan, kemampuan afektif mengasah kepekaan perasaan, dan kemampuan psikomotorik yakni keterampilan melakukan sesuatu.
Akan tetapi kenyataan yang terjadi kini, kemampuan seseorang di luar sekolah sangat kompleks. Kemampuan-kemampuan tersebut disamping kemampuan yang ada pada dirinya secara internal juga kemampuan yang ada di luar dirinya secara eksternal. Sebagai contoh kemampuan seorang individu untuk melakukan kerjasama dengan orang lain berpartisipasi dalam satu kelompok kini menjadi bagian penting bila individu ingin sukses meraih apa yang ia inginkan. Ini artinya bahwa kemampuan-kemampuan yang dibatasi selama ini sudah saatnya dirubah dan dikembangkan sesuai dengan tuntutan dunia luar sekolah.
Pada awalnya kita memahami kecerdasan itu dari IQ (Intellectual Quotient). Kita menganggap seseorang itu cerdas jika mempunyai IQ tinggi, dan begitu sebaliknya jika seorang itu bodoh berarti mempunyai IQ yang rendah. Kemudian muncul teori Multiple Intelligences (kecerdasan majemuk) dari Gardner, yang kemudian memicu terhadap berkembangnya kesadaran akan adanya kecerdasan-kecerdasan baru selain kecerdasan intelektual. Berbagai teori kecerdasan pun akhirnya bermunculan, seperti EQ (Emotional Intelligences) yang dikembangkan oleh Daniel Goleman, CQ (Creative Quotient), SQ (Spiritual Intelligences) oleh Danah Zohar dan Ian Marshall. Multiple Intelligences sebagaimana yang dicetuskan oleh Gardner, memberikan gambaran  bahwa kecerdasan manusia itu lebih kompleks dari sekedar kecerdasan intelektual. Setiap manusia bahkan memiliki berbagai jenis kecerdasan dengan tingkatan kecenderungan yang bervariasi. Berdasar dari konsep ini maka pada hakekatnya setiap orang adalah cerdas.
Dalam hal mengakomodir berbagai kemampuan pada seorang peserta didik, kemampuan majemuk atau multiple intelligences adalah satu bagian penting yang harus diperkenalkan. Artinya peserta didik sejak dini sudah harus diberi wawasan, kegiatan, orientasi yang merupakan bentuk lingkungan agar mereka dapat mengembangkan diri sesuai dengan nilai-nilai yang ada di luar sekolah. Ini maksudnya adalah memperkenalkan mutiple intelligences dalam kegiatan pembelajaran harus dilakukan, dan tentunya memerlukan satu pembahasan yang baik.  Pembahasan dimaksudkan untuk memberikan satu penjelasan, dimana multiple intelligences adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan pembelajaran formal maupun informal yang secara keseluruhan adalah bagian dari tanggungjawab orang tua dan guru sebagai pendidik. Makalah ini akan menyajikan perkembangan anak usia pra-sekolah, pengertian intelligence, pengertian teori multiple intelligences, jenis-jenis dari multiple intelligences dan implikasinya dalam pendidikan.

B. RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana Perkembangan Anak Usia Pra-Sekolah?
2.      Apa Yang Dimaksud Dengan Intelligence ?
3.      Bagaimana Teori Multiple Intelligences ?
4.      Apa Saja Jenis-Jenis Multiple Intelligences ?
5.      Bagaimana Implikasi Teori Multiple Intelligences Pada Pendidikan Anak ?

C. PEMBAHASAN
1.      Perkembangan Anak Usia Pra-Sekolah
Sebelum membicarakan bagaimana teori multiple intelligences pada perkembangan anak, perlu diketahui lebih dahulu kemampuan-kemampuan apa saja yang berkembang dalam diri anak. Dalam makalah ini akan membicarakan perkembangan kemampuan anak usia pra- sekolah (Pendidikan Anak Usia Dini dan Taman Kanak-kanak), karena pada usia ini diharapkan semua aspek kemampuan sudah berkembang seluruhnya dan siap untuk diasah.
Usia pra-sekolah adalah masa yang penting bagi anak-anak karena merupakan suatu masa perkembangan transisi yang dialami oleh sebagian besar anak. Menurut Helen Bee dalam bukunya yang berjudul The Developing Child, bukan sebuah kebetulan bahwa program pendidikan yang diterapkan di sebagian besar negara-negara di dunia adalah bahwa pendidikan formal anak dimulai pada usia antara 5-7 tahun. Pendidikan yang dimulai pada usia 5-7 tahun ini sejalan dengan perkembangan kecerdasan kognisi anak yang sudah siap menerima dan menjalani pendidikan dalam situasi yang formal. Helen Bee mengungkapkan bahwa meskipun sekolah bukan merupakan syarat mutlak bagi anak untuk memasuki masa perkembangan transisi ini, akan tetapi bersekolah dapat merangsang proses perkembangan anak dalam melewati masa ini.[1]
Pada masa ini perkembangan intelektual utama yang dialami anak adalah bahwa mereka sudah mulai mengenal prinsip matematika sederhana, seperti penjumlahan. Kemampuannya menggunakan bahasa juga sudah lebih meningkat. Pada saat mulai bersekolah, anak akan menghadapi perubahan yang besar di mana waktunya bersama keluarga menjadi berkurang. Hal ini harus didukung dengan kondisi emosinya. Anak usia dini umumnya sudah mengalami perkembangan emosi yang nyata, di mana mereka mampu berpisah dari orangtuanya untuk beberapa waktu dalam sehari. Anak mulai dapat bertemu dan bersosialisasi dengan orang-orang baru. Mengingat bahwa anak usia pra-sekolah sedang dalam masa transisi, sebagai orangtua hendaknya memperhatikan perkembangan anak yang tidak seimbang. Misalnya, perhatian orangtua terlalu dipusatkan pada perkembangan kognisi saja. Dengan demikian, orangtua hendaknya tidak terlalu memfokuskan perhatian pada satu aspek perkembangan yang dialami anak. Akan lebih baik untuk mempertahankan keseimbangan berbagai unsur perkembangan anak. Berikut ini adalah aspek-aspek perkembangan anak yang kesemuanya harus diperhatikan :[2]
a.       Perkembangan Fisik
Pertumbuhan fisik perlu diamati dari waktu ke waktu karena perkembangan yang dialami anak akan mempengaruhi ketrampilannya dalam bergerak dan bermain. Dapat dikatakan bahwa pertumbuhan fisik anak akan mempengaruhi cara pandangnya terhadap diri sendiri. Hal ini karena anak memiliki kecenderungan untuk membandingakan apa yang terlihat pada dirinya sendiri dengan anak lain yang sebaya.
b.      Perkembangan Keterampilan Motorik
Menurut Elizabeth B.Hurlock, perkembangan keterampilan motorik pada anak ditandai dengan meningkatnya kecepatan, kestabilan, akurasi, kekuatan dan efisiensi pada saat anak melakukan salah satu gerakan keterampilan motorik tertentu.[3] Beberapa perkembangan keterampilan motorik juga digunakan untuk mengukur kecerdasan kognisi anak seperti yang digunakan dalam skala inteligensi Stanford-Binet. Perkembangan keterampilan motorik yang terlambat dapat mempengaruhi pembentukan kepribadian anak karena anak menyadari keterlambatannya dan merasa tidak percaya diri sehingga konsep dirinya menjadi tidak baik.[4]
c.       Perkembangan Komunikasi dan kemampuan Bicara
Kecepatan dalam menguasai kemampuan berbicara dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan kognisi anak. Anak yang cerdas mampu memahami bahasa sekaligus menggunakannya untuk bicara dalam waktu lebih cepat daripada anak yang kurang cerdas. Penguasaan bahasa sebagai alat komunikasi adalah salah satu pencapaian yang besar dalam proses perkembangan anak. Komunikasi dalam hal ini adalah proses dua arah yang menuntut kemampuan anak dalam berbicara sekaligus mengerti pembicaraan orang lain.
d.      Perkembangan Emosi
Pendidikan emosi anak dimulai dari lingkungan keluarga. Daniel Goleman dalam bukunya yang berjudul Kecerdasan Emosional, menuliskan bahwa salah satu usaha untuk menjadi orangtua yang terampil dalam memberikan pendidikan emosi kepada anaknya adalah dengan memberi tanggapan secara serius terhadap perasaan anak, kemudian berupaya untuk memahami hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya perasaan tersebut. [5] Hasil pendidikan emosi dari keluarga adalah pertumbuhan anak yang bebas dari stres dan tekanan batin dan mampu menenangkan dirinya saat menghadapi berbagai macam emosi dari dalam diri. Manfaat lain dari pendidikan emosi dari keluarga adalah pada perkembangan kecerdasan kognisi anak.
e.       Perkembangan Sosial
Pengalam sosial awal anak di dalam rumah dimulai dari hubungan anak tersebut dengan setiap anggota dalam keluarga. Saat hendak masuk TK sewajarnya anak sudah memiliki pengalaman sosial awal dari luar rumah yang menyenangkan. Sebagian besar penelitian yang berkaitan dengan hubungan sosial manusia menunjukkan bahwa pengalaman sosial awal yang dimulai pada masa kanak-kanak akan menetap pada diri seseorang dan mempengaruhi kehidupan orang tersebut.
f.        Perkembangan Kreativitas
Menurut sudut pandang psikologi, kreativitas dianggap sebagai kemampuan seseorang untuk menciptakan, atau memiliki gagasan baru yang sebelumnya tidak pernah dipikirkan. Seperti halnya kecerdasan, semua anak pasti memiliki kreativitas. Kecerdasan dan kreativitas pada dasarnya dapat berjalan seiring. Kreativitas mempengaruhi perkembangan pribadi anak serta penyesuaian mereka dengan lingkungan sosial. Perkembangan kreativitas yang terlambat akan mengganggu proses pembentukan kepribadian anak. Selain itu, anak akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Perkembangan kreativitas seseorang berlangsung secara bertahap dan melalui proses yang panjang.[6]
g.       Perkembangan Kognisi
Anak usia pra-sekolah, yaitu usia dini sedang berada dalam masa transisi tidak terkecuali perkembangan kognisinya. Menurut Benjamin Bloom, tidak semua anak akan berhasil melalui semua tahapan belajar ini. Hal ini karena, banyak faktor yang akan mempengaruhi proses belajar anak dan salah satunya yang utama adalah tingkat pendidikan.[7]
h.       Perkembangan Moral
Nilai moral ditentukan oleh kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang dalam suatu kelompok sosial tertentu. Mempelajari perilaku moral merupakan sebuah proses panjang yang dimulai sejak masa kanak-kanak sampai menjelang dewasa nanti. Anak mengalami perkembangan moral dengan mempelajari norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dimana anak dibesarkan. Banyak ahli berpendapat bahwa tingkat perkembangan moral anak memiliki tahapan yang berkaitan dengan perkembangan kecerdasan baik kognisi maupun emosi.
i.         Perkembangan Kepribadian
Kepribadian adalah karakteristik yang dimiliki oleh seseorang dan mempengaruhi orang tersebut dalam berfikir, berrsikap dan bertingkah-laku. Anak-anak yang memiliki kepribadian baik cenderung akan lebih mudah melakukan penyesuaian sosial daripada anak yang kurang baik kepribadiannya.
j.        Perkembangan Bermain
Memasuki usia pra-sekolah, anak sudah mulai meninggalkan permainan yang menggunakan barang-barang mainannya. Hal ini karena permainan dengan benda-benda mainan sifatnya sangat individu atau dilakukan sendiri, sedangkan mulai masuk TK anak lebih suka bermain bersama teman-temannya.

2.      Pengertian Intelligence
Ada banyak definisi inteligensi, meskipun para ahli merasa sulit mendefinisikannya. Inteligensi dapat dilihat dari berbagai pendekatan, yakni pendekatan teori belajar, pendekatan teori neurobiologis, pendekatan teori psikometri, dan pendekatan teori perkembangan. Gagasan modern tentang inteligensi pertama kali dikemukakan oleh Francis Galton pada tahun 1869 yang sukses meneliti hubungan keluarga istimewa. Dimana dari 400 orang istimewa dari berbagai golongan dan jabatan baik terkait dengan bidang kesusastraan, Penyair, Hakim, Wasit melahirkan keturunan atau anak-anak yang istimewa juga. Di sini dapat disimpulkan bahwa kecerdasan itu terkait dengan gen (keturunan).[8]
Menurut pendekatan psikometris, inteligensi dipandang sebagai sifat psikologis yang berbeda pada setiap individu. Inteligensi dapat diperkirakan dan klasifikasi berdasarkan tes inteligensi. Tokoh pengukuran inteligensi Alferd Binet mengatakan bahwa inteligensi adalah kemampuan yang terdiri dari tiga komponen, yakni :[9]
1.      Kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau tindakan
2.      Kemampuan untuk mengubah arah pikiran atau tindakan
3.      Kemampuan untuk mengkritisi pikiran dan tindakan diri sendiri atau autocritism
Menurutnya, inteligensi merupakan sesuatu yang fungsional sehingga tingkat perkembangan individu dapat diamati dan dinilai berdasarkan kriteria tertentu. Apakah seorang anak cukup dan kemampuan anak melakukan tindakan dan kemampuan mengubah arah tindakan apabila diperlukan.
            Edward Lee Thorndike, seorang ahli psikologi pendidikan, mengklasifikasi inteligensi ke dalam tiga bentuk kemampuan, yakni :[10]
1.      Kemampuan abstraksi, yakni kemampuan untuk “beraktivitas” dengan menggunakan gagasan dan simbol-simbol secara efektif
2.      Kemampuan mekanik, yakni kemampuan untuk “beraktivitas” dengan menggunakan alat-alat mekanis dan kemampuan untuk kegiatan yang memerlukan aktivitas indra-gerak
3.      Kemampuan sosial, yakni kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru dengan cara-cara yang tepat cepat dan efektif
Menurut Thorndike, ketiga kemampuan tersebut, dapat saling berkolerasi, namun mungkin pula tidak. Dengan demikian ada seseorang yang memiliki daya abstraksi bagus, tetapi lemah dalam bersosialisasi, tetapi ada pula orang yang bagus dalam melakukan abstraksi, mekanik, dan sosial sekaligus.
            Inteligensi menurut Piaget lain lagi. Pandangan ahli perkembangan ini melihat inteligensi secara kualitatif, berdasarkan aspek isi, struktur, dan fungsinya. Untuk menjelaskan ketiga aspek tersebut, Piaget mengaitkan inteligensi dengan periodisasi perkembangan biologis, meliputi sensorimotorik, operasional, konkret operasional, dan abstrak operasional. Pembagian ini dimaksudkan juga sebagi periode perkembangan kognitif. Di dalam perkembangan tersebut terkandung konsep inteligensi anak.[11]
            Di literatur lain definisi inteligensi dikemukakan oleh Wechsler dalam Adler (2001) merumuskan inteligen merupakan kecakapan bertindak secara sengaja, berpikir secara rasional, dan berhubungan secara efektif dengan lingkungan. Menurut Herbert inteligensi adalah kualitas bawaan sejak lahir, sebagai hal yang berbeda dari kemampuan yang diperoleh melalui belajar. Sedangkan menurut C. Burn inteligensi adalah kemampuan kognitif umum bawaan.[12]
            Dalam kaitannya dengan inteligensi Howard Gardner berpendapat, pandangan dan rumusan tersebut adalah pandangan tradisional, di mana inteligensi ditetapkan secara operasional sebagai kemampuan untuk menjawab berbagai tes inteligensi. Garner menjelaskan tentang definisi inteligensi ini sebagai kemampuan untuk menyelesaikan masalah, atau menciptakan suatu produk yang berharga dalam satu atau beberapa lingkungan budaya dan masyarakat. Nampaknya, berbagai pandangan yang hanya melihat inteligensi manusia dalam ruang lingkup yang terbatas inilah yang memicu Garner melakukan penelitian dengan melibatkan para ahli dari berbagai disiplin ilmu yang pada akhirnya melahirkan teori multiple intelligences yang kemudian dipublikasikan dalam frame of mind (1983), dan Intelligence Reframed (1999).[13]
            Dengan demikian, inteligensi dapat diartikan sebagai kemampuan dan kapasitas seseorang untuk dapat menerima informasi yang diperoleh dari lingkungan sekitarnya, menyimpan informasi tersebut di dalam ingatan dan kemudian menjadikan pengetahuan yang sudah didapat itu  menjadi dasar dalam tindakan sehari-harinya.
3. Teori Multiple Intelligences
            Howard Garner berpendapat bahwa tidak ada manusia yang tidak cerdas. Garner juga menentang anggapan “cerdas” dari sisi IQ (intellectual quotion), yang menurutnya hanya mengacu pada tiga jenis inteligensi, yakni logiko-matematik, linguitik, dan spasial. Howard Garner, kemudian memunculkan istilah multiple intelligences. Istilah ini kemudian dikembangkan menjadi teori melalui penelitian yang rumit, melibatkan banyak ahli. Inteligensi, menurut paradigma multiple intelligences dapat didefinisikan sebagai kemampuan yang mempunyai tiga komponen utama, yakni :[14]
1.      Kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan nyata sehari-hari.
2.      Kemampuan untuk menghasilkan persoalan-persoalan baru yang dihadapi untuk diselesaikan.
3.      Kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau menawarkan jasa yang akan menimbulkan penghargaan dalam budaya seseorang.
Semua kemampuan tersebut dimiliki oleh semua manusia, meskipun manusia memiliki cara yang berbeda untuk menunjukkannya.
            Teori multiple intelligences adalah validasi tertinggi gagasan bahwa perbedaan individu adalah penting. Teori multiple intelligences bukan hanya mengakui perbedaan individual ini untuk tujuan-tujuan praktis, seperti pengajaran dan penilaian, tetapi juga menganggap serta menerimanya sebagai sesuatu yang normal, wajar, bahkan menarik dan sangat berharga.[15] Titik tekan teori multiple intelligences adalah pada kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan untuk menciptakan suatu produk atau karya.
            Menurut Howard Garner, multiple intelligences memiliki karakteristik konsep yang berbeda dengan karakteristik konsep inteligensi terdahulu. Karakteristik yang dimaksud adalah sebagai berikut :[16]
1.      Semua inteligensi itu berbeda-beda, tetapi semuanya sederajat
2.      Semua inteligensi dimiliki manusia dalam kadar yang tidak persis sama
3.      Terdapat banyak indikator inteligensi dalam tiap-tiap inteligensi
4.      Semua inteligensi yang berbeda-beda tersebut akan saling bekerja sama untuk mewujudkan aktivitas yang diperbuat manusia
5.      Semua jenis inteligensi tersebut ditemukan di seluruh atau semua lintas kebudayaan di seluruh dunia dan kelompok usia
6.      Tahap-tahap alami dari setiap inteligensi dimulai dengan kemampuan membuat pola dasar
7.      Saat seseorang dewasa, inteligensi diekspresikan melalui rentang pengejaran profesi dan hobi
8.      Ada kemungkinan seorang anak berbeda pada kondisi “beresiko” sehingga apabila mereka tidak memperoleh bantuan khusus, mereka akan mengalami kegagalan dalam tugas-tugas tertentu yang melibatkan inteligensi tersebut
Multiple Intelligences adalah berbagai ketrampilan dan bakat yang dimiliki siswa untuk menyelesaikan berbagai persoalan dalam pembelajaran. Temuan inteligensi menurut paradigma multiple intelligences, telah mengalami perkembangan sejak pertama kali ditemukan. Howard Gardner pada awalnya menemukan tujuh kecerdasan. Setelah itu, berdasarkan kriteria tujuh kecerdasan, Gardner menemukan kecerdasan yang ke-8. Delapan jenis multiple intelligences tersebut, yakni :[17]
1.      Kecerdasan verbal-linguistik
2.      Kecerdasan logis-matematis
3.      Kecerdasan visual-spasial
4.      Kecerdasan berirama-musik
5.      Kecerdasan jasmaniah-kinestetik
6.      Kecerdasan interpersonal
7.      Kecerdasan intrapersonal
8.      Kecerdasan naturalistik
Selanjutnya, Walter Mckenzie dalam bukunya Multiple Intelligences and Instructional Technology, dalam buku ini telah terdapat satu lagi kecerdasan eksistensial sebagai salah satu bagian dari multiple intelligences. Mike Fleetham juga dalam bukunya Multiple Intelligences in Practice: enchancing self-esteem and learning in the classroom merumuskan berbagai instrument, aktivitas pembelajaran, dan profesi yang mungkin dapat dicapai bagi mereka yang memiliki kecerdasan eksistensial yang tinggi.[18] Pada akhirnya Howard Garner memunculkan adanya kecerdasan yang ke-9, yaitu kecerdasan eksistensial-spiritual.
            Multiple intelligences anak didefinisikan melalui observasi terhadap perilaku, tindakan, kecenderungan bertindak, kepekaan anak terhadap sesuatu, kemampuan yang menonjol, reaksi spontan, sikap dan kesenangan.
Namun demikian, sampai saat ini upaya mengembangkan pengukuran yang dipublikasikan berdasarkan teori multiple intelligences Garner tersebut masih sangat terbatas. Adapun kelompok Havard’s Project Zero, termasuk Gardner sebagai anggotanya, telah mengembangkan beberapa bentuk assessmen yang dilandasi oleh 4 landasan utama, yaitu:[19]
a.       Assessmen memiliki keterkaitan dengan masing-masing jenis inteligensi yang akan diukur.
b.      Assessmen hendaknya memberi peluang untuk memperoleh berbagai bentuk gambaran manifestasi inteligensi agar lebih dapat dimengerti oleh banyak orang.
c.       Assessmen hendaknya mampu mendeteksi proses perkembangan masing-masing inteligensi.
d.      Assessmen perlu disertai dengan refleksi dan assessmen pribadi (self-assessment) untuk dapat memberikan kesempatan belajar bagi individu yang bersangkutan.
Project Spectrum yang merupakan kolaborasi Harvard’s Project Zero dan Feldman’s Group at Tufts University saat ini telah mengembangkan program assessmen untuk anak-anak terutama dengan metode ‘checlist’.[20] Melalui metode ini seorang guru dapat mengenali sejumlah kemampuan spesifik para murid dan memperoleh gambaran tentang keunggulan mereka dibandingkan dengan murid lainnya. Sebagai contoh, observasi terhadap gerakan (kecerdasan kinestetik) terbagi lagi misalnya atas kinestetik untuk olahraga dan kinestetik untuk kreatif. Kinestetik untuk olahraga mencakup kekuatan, kelenturan, kecepatan, keseimbangan, dan lain-lain. Sedangkan kinestetik kreatif mencakup kepekaan terhadap irama, kemampuan berekspresi gerak, dan kemampuan mengembangkan kreativitas gerak.
Multiple Intelligences yang mencakup sembilan kecerdasan itu pada dasarnya berisi tentang kecerdasan otak (IQ), kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ). Semua jenis kecerdasan perlu dirangsang pada diri anak sejak usia dini, mulai dari saat lahir hingga awal memasuki sekolah dan disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangannya.

4.      Jenis-Jenis Multiple Intelligences
a.      Kecerdasan Verbal-Linguistik
Kecerdasan verbal-linguistik adalah kemampuan untuk menggunakan bahasa-bahasa termasuk bahasa ibu dan bahasa asing untuk mengekspresikan apa yang ada di dalam pikiran dan memahami orang lain (Baum, Viens, dan Slatin, 2005).[21] Kecerdasan linguistik disebut juga kecerdasan verbal karena mencakup kemampuan untuk mengekspresikan diri secara lisan dan tertulis, serta kemampuan untuk menguasai bahasa asing.
Secara sederhana, anak yang mempunyai kecerdasan linguistik tinggi mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:[22]

Tabel Ciri- Ciri Anak Usia Dini yang Mempunyai Kecerdasan Linguistik Tinggi
No
Usia Anak
Ciri-Ciri
1
Lahir- 1 tahun
a.       Merespon jika namanya dipanggil
b.      Berceloteh atau mengucapkan sepatah dua patah kata
2
1-2 tahun
a.       Mengenal suara orang-orang terdekatnya
b.      Mampu menyebutkan nama benda
c.       Mengerti perintah sederhana
3
2-3 tahun
a.       Mampu mengenal suara benda, binatang, atau orang lain
b.      Mampu menyatakan dalam kalimat pendek
c.       Mampu mengajukan pertanyaan sederhana
d.      Tertarik gambar warna pada buku
4
3-4 tahun
a.       Mampu mengenali dan hamper bisa menirukan berbagai suara
b.      Tertarik untuk dibacakan buku cerita
c.       Mampu mengenali nama benda dan fungsinya
5
4-5 tahun
a.       Mampu mengenal masing-masing bunyi huruf
b.      Senang belajar membaca
c.       Mampu diajak berdialog sederhana
6
5-6 tahun
a.       Mampu berbicara dengan lancer
b.      Mampu bertanya lebih banyak dan menjawab lebih kompleks
c.       Mampu mengenal bilangan dan berhitung sederhana

b.      Kecerdasan Logis-Matematis
Kecerdasan matematika adalah kemampuan untuk mengeksplorasi pola-pola, kategori-kategori dan hubungan dengan memanipulasi objek atau simbol untuk melakukan percobaan dengan cara yang terkontrol dan teratur (Kazer, 2001).[23] Kecerdasan matematika disebut juga kecerdasan logis dan penalaran, karena merupakan dasar dalam memecahkan masalah dengan memahami prinsip-prinsip yang mendasari system kausal atau dapat memanipulasi bilangan, kuantutas dan operasi.
Secara sederhana, anak yang mempunyai kecerdasan matematis-logis mempunyai cirri-ciri sebagai berikut: [24]

Tabel Ciri-Ciri Anak yang Mampunyai Kecerdasan Matematis-Logis Tinggi
No
Usia Anak
Ciri-Ciri
1
Lahir-1 tahun
a.       Mengenal benda
b.      Mengenal warna
2
1-2 tahun
a.       Mengenal bentu
b.      Mengenal rasa: manis, pahit, dan asam
c.       Mengenal bilangan 1 dan 2
3
2-3 tahun
a.       Mampu mengelompokkan benda yang berbentuk sama
b.      Mampu membedakan bentuk lingkaran dan bujur sangkar
c.       Mampu membedakan rasa dan warna
d.      Mengenal bilangan hingga hitungan 5
4
3-4 tahun
a.       Mampu membedakan bentuk dan ukuran (besar-kecil, panjang-pendek, sedikit-banyak, dan lain-lain)
b.      Mampu mengurutkan angka satu sampai dengan sepuluh
c.       Mampu membeda-bedakan warna lebih banyak (merah-hijau, hitam-putih, dan lain-lain)
5
4-5 tahun
a.       Menunjukkan rasa ingin tahu mengenal cara kerja sesuatu
b.      Suka membongkar mainannya sendiri untuk sekadar dilihat apa yang ada di dalamnya dan kemudian dirangkai lagi
c.       Suka mengurut-urutkan (membuat urutan) sesuatu, dari yang paling kecil, agak besar, hingga yang paling besar, atau sebaliknya
6
5-6 tahun
a.       Mampu mengurutkan bilangan 1 hingga (minimal) 50
b.      Senang dengan permainan otak-atik bilangan
c.       Menyukai permaianan dalam computer
d.      Dengan mudah meletakkan benda sesuai dengan kelompoknya

c.       Kecerdasan Visual-Spasial
Kecerdasan visual-spasial merupakan kecerdasan yang dikaitkan dengan bakat seni, khususnya seni lukis dan seni arsitektur. Kecerdasan visual-spasial atau kecerdasan gambar atau kecerdasan pandang ruang didefinisikan sebagai kemampuan mempresepsikan dunia. [25] Komponen inti dari kecerdasan visual-spasial adalah kepekaan pada garis, warna, bentuk, ruang, keseimbangan, bayangan harmoni, pola dan hubungan antarunsur tersebut. Komponen inti dari kecerdasan visual-spasial benar-benar bertumpu pada ketajaman melihat dan ketelitian pengamatan.[26] Sebenarnya, kecerdasan ini erat kaitannya dengan kecerdasan linguistik dan kecerdasan matematis-logis.
Secara sederhana, anak yang mempunyai kecerdasan visual tinggi mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:[27]

Tabel Ciri-Ciri Anak yang Mempunyai Kecerdasan Visual Tinggi
No
Usia Anak
Ciri-Ciri
1
Lahir-1 tahun
a.       Senang melihat gambar warna-warni
b.      Sering asyik bermain sendiri
2
1-2 tahun
a.       Menikmati barang mainanya sendiri
b.      Melihat setiap barang mainan atau sembarang objek dalam waktu yang agak lama, seolah-olah ia sangat memperhatikan apa yang dilihatnya
3
2-3 tahun
a.       Mampu menggambar, membuat sketsa, dan melukis
b.      Mampu membuat barang mainan yang disenangi dengan peralatan yang ada
c.       Mampu memahami permainan teka-teki
4
3-4 tahun
a.       Mampu membuat komposisi warna lukisannya sendiri
b.      Mampu melihat gambar atau lukisan dengan keajaman tertentu
c.       Mampu berimajinasi kreatif
5
4-5 tahun
a.       Mampu memahami peta, gambar, skema, dan lain sebagainya
b.      Mampu berfantasi dan berimajinasi lebih kreatif
c.       Mampu membayangkan atau menggambarkan benda-benda yang pernah dilihatnya
6
5-6 tahun
a.       Mampu menghitung dengan cara mengawang atau mencongkak
b.       Mampu membuat benda seperti yang tergambar dalam pikirannya
c.       Mampu mengarang cerita pendek

d.      Kecerdasan Berirama-Musik
Kecerdasan musik dalah kapasitas berpikir dalam musik untuk mampu mendengarkan pola-pola dan mengenal, serta mungkin memanipulasinya. Kecerdasan musikal didefinisikan sebagai kemampuan menangani bentuk musik yang meliputi (Snyder, 1997): [28]
1.      Kemampuan mempersepsi bentuk musikal seperti menangkap atau menikmati musik dan bunyi-bunyi berpola nada.
2.      Kemampuan membedakan bentuk musik, seperti membedakan dan membandingkan ciri bunyi musik, suara dan alat musik.
3.      Kemampuan mengubah bentuk musik, seperti mencipta dan memmversikan musik.
4.      Kemampuan mengekspresikan bentuk musik seperti bernyanyi, bersenandung dan bersiul-siul.
Hal ini berarti, kecerdasan musikal meliputi kemampuan mempersepsikan dan memahami, mencipta dan menyanyikan bentuk-bentuk musikal.
            Secara sederhana, anak yang mempunyai kecerdasan musikal yang baik mempunyai cirri-ciri sebagai berikut: [29]

Tabel Ciri-Ciri Anak yang Mempunyai Kecerdasan Musikal Tinggi
No
Usia Anak
Ciri-ciri
1
Lahir-1 tahun
a.       Mendengarkan musik
b.      Mampu bertepuk tangan
2
1-2 tahun
a.       Mampu mendengarkan musik dan mengikuti irama
b.      Mampu bertepuk tangan mengikuti irama
3
2-3 tahun
a.       Senang mendengarkan musik dan mengikuti irama
b.      Mampu bertepuk tangan secara bervariasi
c.       Mampu memukul-mukul benda membentuk irama
d.      Senang bernyanyi atau menari
4
3-4 tahun
a.       Senang menari-narikan tangan jika mendengarkan musik
b.      Mampu menyanyikan cuplikan-cuplikan lagu sesuai irama
c.       Mampu bertepuk tangan membentuk irama
d.      Suka memukul-mukul benda sesuai dengan irama
5
4-5 tahun
a.       Mengenal dan mampu menyebut nama-nama lagu popular
b.      Sering meliuk-liukkan tubuh sesuai dengan irama
c.       Mampu menepuk-nepukkan tangannya membentuk irama
d.      Mampu memainkan alat musik tertentu
e.       Melukis dengan alat bervarisasi
6
5-6 tahun
a.       Mampu bernyanyi secara koor (kelompok)
b.      Mampu mengikuti gerak tari sebuah lagu sederhana
c.       Menyanyikan lagu diiringi musik
d.      Mampu memainkan alat musik
e.       Mampu melukis dengan alat dan bahan bervariasi

e.      Kecerdasan Jasmaniah-Kinestetik
Kecerdasan jasmaniah-kinestetik adalah kemampuan untuk menggunakan seluruh tubuh dalam mengekspresikan ide, perasaan, dan menggunakan tangan untuk menghasilkan atau mentransformasi sesuatu. Kecerdasan inti dari kecerdasan kinestetik adalah kemampuan-kemampuan fisik yang spesifik, seperti koordinasi, keseimbangan, kemampuan menerima atau merangsang dan hal yang berkaitan dengan sentuhan. Kemampuan ini juga merupakan kemampuan motorik halus, kepekaan sentuhan, daya tahan dan refleks (Richey, 2007).[30]
Secara sederhana, anak yang mempunyai kecerdasan kinestetik yang baik mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:[31]

Tabel Ciri-Ciri Anak Usia Dini yang Mempunyai kecerdasan Kinestetik Tinggi
No
Usia Anak
Ciri-Ciri
1
Lahir-1 tahun
a.       Menggerak-gerakkan tangan
b.      Mengangkat kepala
c.       Bisa tengkurap dan membalik tanpa bantuan
d.      Mampu duduk sendiri
e.       Mampu merangkak dan berjalan pendek
2
1-2 tahun
a.       Mampu berdiri tegap dan berjalan pendek
b.      Berlari-lari kecil
c.       Naik-turun tangga dengan berpegangan
d.      Memanjat meja atau kursi
3
2-3 tahun
a.       Mampu berjalan dengan stabil
b.      Lancer berlari-lari
c.       Mampu menendang bola ke arah depan
d.      Mampu melompat-lompat kecil
e.       Senang bermain air
4
3-4 tahun
a.       Berjalan dan berlari dengan penuh keseimbangan badan
b.      Naik turun tangga tanpa berpegangan
c.       Memanjat bidang miring
d.      Mampu berdiri dengan satu kaki beberapa detik
e.       Bergerak mengikuti irama music
f.        Melipat kertas dengan rapi
5
4-5 tahun
a.       Berjalan dengan berbagai variasi (maju, mundur, dan menyamping)
b.      Mampu memanjat pohon atau tangga pendek dan bergelantungan pada ayunan
c.       Mampu menendang bola dari jarak 3 meter
d.       Mampu melompati gang atau parit atau benda lain
e.       Mampu mengayuh sepeda roda empat
f.        Mampu menggunting kertas
6
5-6 tahun
a.       Mampu menjaga keseimbangan badan ketika berjalan di atas titian (papan kecil meyerupai jembatan tanpa berpegangan)
b.      Mampu senam dengan gerakan
c.       Mampu melompat dengan satu atau dua kaki secara bervariasi
d.      Memakai baju (kaos) dan sepatu sederhana (tanpa tali) sendiri tanpa dibantu
e.       Mampu mengendarai sepeda roda tiga
f.        Mampu melakukan gerak acrobat
g.       Mampu menggunting kertas dan menempelkannya


f.        Kecerdasan Interpersonal
Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan memahami pikiran, sikap, dan perilaku orang lain. Kecerdasan ini merupakan kecerdasan indicator-indikator yang menyenangkan bagi orang lain. Dengan memiliki kecerdasan interpersonal seorang anak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain, menangkap maksud dan motivasi orang lain dalam bertindak sesuatu, serta mampu memberikan tanggapan yang tepat sehingga orang lain merasa nyaman. Komponen inti kecerdasan interpersonal adalah kemampuan mencerna dan menanggapi dengan tepat berbagai suasana hati, maksud, motivasi, perasaan, dan keinginan orang lain di samping kemampuan untuk melakukan kerja sama.[32] Anak-anak yang berkembang pada kecerdasan interpersonal peka terhadap kebutuhan orang lain.
Secara Sederhana, anak yang mempunyai kecerdasan interpersonal tinggi mempunyai cirri-ciri sebagai berikut: [33]


Tabel Ciri-Ciri Anak Usia Dini yang Mempunyai Kecerdasan Interpersonal Tinggi
No
Usia
Ciri-Ciri
1
Lahir-1 tahun
a.       Mengamati mainan yang digantungkan di atasnya
b.      Menatap siapa saja yang di sampingnya
2
1-2 tahun
a.       Mudah berbaur dengan anak-anak lain ketika bermain
b.      Senang bermain secara kelompok
3
2-3 tahun
a.       Mudah berkenalan dengan anak-anak lain
b.      Senang berada di dekat kerumunan teman-temannya
c.       Memperbolehkan mainannya dipinjamm temannya
4
3-4 tahun
a.       Senang pinjam-meminjam atau tukar-menukar mainan dengan anak lain
b.      Tidak menangis ketika berpisah dengan orang tuanya
c.       Sabar menunggu giliran bermain
5
4-5 tahun
a.       Mau mengalah dengan teman bermainnya
b.      Tidak menganggu temannya dengan sengaja
c.       Mengerti dan mematuhi aturan bermain dengan baik
d.      Mampu memimpin kelompok bermain kecil (2-4 anak)
e.       Mampu memecahkan masalah sederhana
6
5-6 tahun
a.       Mengetahui bagaimana caranya menunggu giliran ketika bermain
b.      Berani berangkat ke sekolah tanpa diantar
c.       Tertib menggunakan alat atau benda mainan sesuai dengan fungsinya
d.      Tertib dan terbiasa menunggu giliran atau antre
e.       Memahami akibat jika melakukan pelanggaran dan berani bertanggung jawab (tidak menangis karena takut dihukum)
f.        Mampu memimpin kelompok bermain yang lebih besar (antara 4-8 orang)
g.       Terampil memecahkan masalah sederhana



g.      Kecerdasan Intrapersonal
Kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan untuk memahami diri sendiri dan bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri. Kecerdasan ini merupakan pengimbangan terhadap kecerdasan interpersonal. Jika kecerdasan interpersonal menunjukkan kemampuan berhubungan dengan orang lain, maka kecerdasana intrapersonal menunjukkan kemampuan  untuk berhubungan dengan dirinya sendiri.[34]
Secara sederhana, anak yang mempunyai kecerdasan intrapersonal tinggi mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:[35]

Tabel Ciri-Ciri Anak Usia Dini yang Mempunyai Kecerdasan Interpersonal Tinggi
No
Usia Anak
Ciri-Ciri
1
Lahir-1 tahun
a.       Senang mengamati benda yang disentuhnya
b.      Senang bermain sendiri (mandiri)
2
1-2 tahun
a.       Bisa mengungkapkan perasaan atau emosinya
b.      Mampu menyalurkan emosinya sendiri
3
2-3 tahun
a.       Bermain tanpa disuruh
b.      Mengembalikan benda-benda permainan pada tempatnya
4
3-4 tahun
a.       Senang mengajak temannya bermain
b.      Senang merenung atau berpikir ketika sendirian
c.       Sering mengungkapkan cita-citanya kepaga orang lain
5
4-5  tahun
a.       Menunjukkan sikap percaya diri yang tinggi
b.      Selalu bermain aktif, menggunakan waktu dengan baik
c.       Mampu menetapkan target bermain, misalnya menyusun balok dalam waktu 10 menit
6
5-6 tahun
a.       Selalu bersemangat ketika bermain, mempunyai motivasi yang tinggi
b.      Sering menyendiri, berkhayal, atau berpikir
c.       Sering menunjukkan mainan kebanggaanya kepada orang lain
d.      Diam ketika marah, seolah-olah mengendalikan emosinya
h.      Kecerdasan Naturalistik
Menurut Sri Widayanti, kecerdasan naturalis adalah kemampuan untuk mengenali berbagai jenis flora (tanaman), fauna (hewan), dan fenomena alam lainnya, seperti asal usul binatang, pertumbuhan tanaman, terjadinya tata surya, berbagai galaksi, dan lain sebagainya.[36] Kecerdasan ini ditambahkan oleh Howard Garner ke dalam Multiple Intelligences pada tahun 1995, pada awalnya ia memasukkan kecerdasan ini ke dalam kecerdasan logis-matematis dan visual-spasial. Komponen inti kecerdasan naturalis adalah kepekaan terhadap alam, keahlian membedakan anggota-anggota suatu spesies, mengenali eksistensi spesies lain, dan memetakan hubungan antara beberapa spesies baik secara formal maupun informal.[37]
Komponen kecerdasan naturalis lain adalah perhatian dan minat mendalam terhadap alam, serta kecermatan menemukan cirri-ciri spesies dan unsure alam yang lain. Anak-anak yang suka menyelidiki berbagai kehidupan makhluk kecil, seperti cacing, semut, dan ulat daun. Anak-anak suka mengamati gundukan tanah, memerika jejak binatang, mengorek-ngorek tanah. Anak-anak yang memiliki kecerdasan naturalis tinggi cenderung menyukai alam terbuka, akrab dengan hewan peliharaan.
Secara sederhana, anak yang mempunyai kecerdasan naturalis tinggi mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:[38]

Tabel Ciri-Ciri Anak Usia Dini yang Mempunyai Kecerdasan Naturalis Tinggi
No
Usia Anak
Ciri-Ciri
1
Lahir-1 tahun
a.       Tertarik bermain di alam bebas
b.      Senang melihat gambar pemandangan alam
2
1-2 tahun
a.       Senang mengamati dan berinteraksi sederhana dengan tanaman (terutama tanaman hias atau bunga) dan hewan peliharaan, seperti kucing
b.      Mengenali sifat tanaman dan hewan peliharaan
3
2-3 tahun
a.       Senang bermain dengan benda-benda alam, seperti menata batu kerikil, membuat mobil-mobilan dari tanah liat, menggunakan uang dari daun, dll
b.      Asyik mengamati gerak-gerik binatang peliharaan, seperti ikan hias di dalam akuarium, burunf terbang, kucing neloncat, dsb
4
3-4 tahun
a.       Mampu membedakan objek alam sesuai dengan karakteristiknya, misalnya bisa membedakan batu dengan kerikil, kucing dengan anjing, dan bungan dengan tanaman pada umumnya
b.      Mampu mengenali karakteristis benda dan hewan peliharaan secara detail
5
4-5 tahun
a.       Suka bermain cocok-tanaman
b.      Senang memelihara hewan peliharaan
6
5-6 tahun
a.       Mampu memberi makan hewan peliharaan secara sederhana
b.      Mampu menyiram tanaman secukupnya
c.       Mampu berkreasi memperindah taman atau halaman

i.        Kecerdasan Eksistensial-Spiritual
Sebenarnya, kecerdasan yang ke-9 dalam system Multiple Intelligences Howard Garner ini bukan kecerdasan spirituall, tetapi Garner menyebutkan dengan istilah “kecerdasan eksistensial”. Kecerdasan spiritual diyakini sebagai kecerdasan yang paling esensial dalam kehidupan manusia dibandingkan dengan berbagai jenis kecerdasan lain seperti kecerdasan intelektual, emosional, dan kecerdasan social.[39]  Menurut Garner, kata “eksistensial” mempunyai kaitan erat dengan pengalaman spiritualitas seseorang. Kecerdasan spiritual adalah kemampuan seseorang untuk dapat mengenal dan memahami diri sepenuhnya sebagai makhluk spiritual maupun sebagai bagian dari alam semesta. Kecerdasan spiritual melibatkan seperangkat kemampuan untuk memanfaatkan sumber-sumber spiritual. Jadi, kecerdasan spiritual adalah suatu kecerdasan yang diarahkan untuk menyelesaikan persoalan, makna, dan nilai (Painton,2009).[40]
Berdasarkan definisi yang telah diberikan di atas, yang dimaksud dengan kecerdasan spiritual adalah kapasitas hidup manusia yang bersumber dari hati yang dalam (inner-capacity) yang terilhami dalam bentuk kodrat untuk dikembangkan dan ditumbuhkan dalam mengatasi berbagai kesulitan hidup.
Secara sederhana, anak yang mempunyai kecerdasan spiritual tinggi mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:[41]

Tabel Ciri-Ciri Anank Usia yang Mempunyai Kecerdasan Spiritual Tinggi
No
Usia Anak
Ciri-Ciri
1
Lahir-1 tahun
a.       Senang mendengarkan music religi (islami)
b.      Senang mendengarkan senandung do’a
2
1-2 tahun
a.       Mampu menirukan sepatah dua patah kata dalam bacaan do’a
b.      Menirukan sebagian kecil dari gerakan ibadah
c.       Mengenal “nama” Tuhan (Allah)
3
2-3 tahun
a.       Mengikuti senandung lagu keagamaan
b.      Menirukan gerakan beribadah
c.       Mengucapkan salam
d.      Mengikuti cerita atau kisah Qur’an dan Nabawi
4
3-4 tahun
a.       Mengikuti bacaan do’a secara lengkap
b.      Menyebutkan contoh makhluk ciptaaan Tuhan
c.       Maampu menyebut “nama” Allah
d.      Mengucapkan kata-kata santun, seperti maaf, tolong, dll
5
4-5 tahun
a.       Berdo’a sebelum dan sesudah makan, tidur, dan aktivitas lainnya
b.      Mampu membedakan ciptaan Tuhan dan benda mainan buatan manusia
c.       Membantu pekerjaan ringan orang tuanya
d.      Mengenal sifat-sifat Allah swt. Dan mencintai Rasulullah saw.
6
5-6 tahun
a.       Mampu menghafal beberapa surah dalam al-Qur’an
b.      Mampu menghafal gerakan shalat secara sempurna
c.       Mampu menyebut beberapa sifat Allah
d.      Menghormati orang tua, menghargai teman-temannya, dan menyayangi adik-adiknya atau anak di bawah usianya
e.       Mengucapkan syukur dan terima kasih

5.      Implikasi Multiple Intelligences pada Pendidikan Anak Usia Dini
Teori dari multiple intelligences dikembangkan sebagai penjelasan kemampuan manusia belajar yang dapat tergantung pada tes empiris. Sebagai tambahan, teori ini tampaknya melindungi sejumlah implikasi pendidikan yang cukup berharga untuk diperhatikan. Tahap-tahap alami perkembangan dalam setiap kecerdasan dimulai dengan kemampuan membuat pola dasar, misalnya, kemampuan untuk membedakan tinggi-rendahnya nada dalam kecerdasan musik atau memahami pengaturan tiga dimensi dalam kecerdasan ruang. Semua kemampuan ini muncul secara universal. Kecerdasan “mentah” lebih mendominasi dalam tahun pertama kehidupan.[42]
Karena kecerdasan dimanifestasikan dalam cara berbeda di tingkat perkembangan berbeda, penilaian dan pemeliharaan perlu terjadi dalam cara yang tepat. Pemeliharaan semasa balita tidak akan tepat untuk tahap yang selanjutnya, dan sebaliknya. Beberapa implikasi untuk pengajaran dapat ditarik dari analisis ini. Pertama, peran pengajaran dalam kaitan dengan manifestasi perubahan kecerdasan sepanjang langkah-langkah perkembangan.[43] Pengajaran harus dievaluasi dengan memperhatikan tahap-tahap perkembangan kecerdasan. Siswa mendapat manfaat dari pengajaran hanya bila produktif atau pelatihan itu cocok dengan tempat spesifik mereka dalam kemajuan perkembangan. Lingkungan pengajaran yang amat terstruktur dapat mempercepat kemajuan dan menghasilkan jumlah anak cerdas yang lebih banyak, tetapi pada akhirnya mungkin ini membatasi pilihan dan menghambat ekspresi diri.
Banyaknya pendekatan pengajaran pendidikan usia dini (PAUD) yang berkembang saat ini diyakini mampu merangsang seluruh aspek kecerdasan anak (multiple intelligences) seperti pendekatan pengajaran melalui metode BCCT (beyond centers and circle)  bermain yang terarah. Seting pembelajarannya mampu merangsang anak untuk saling aktif, kreatif, dan terus berfikir dengan menggali pengalaman sendiri. Hal ini berbeda dengan paradigma pendidikan lama yang menghendaki siswa mengikuti perintah, meniru atau menghafal. Kegiatan pembelajaran bermain sambil belajar integrasi agama melalui pendekatan BCCT yang dimaksud adalah pola pengajaran yang diterapkan dengan menggunakan kegiatan belajar yang menyenangkan dengan pendekatan sentra dan saat lingkaran.
Pendekatan sentra dan lingkaran adalah pendekatan penyelenggaraan PAUD yang berfokus pada anak yang dalam proses pembelajarannya berpusat di sentra main (sentra persiapan, peran makro, mikro, balok, imtaq, seni, dan sentra bahan alam), dan saat dalam lingkaran dengan menggunakan 4 jenis pijakan (scaffolding) untuk mendukung perkembangan anak dalam rangka mengembangkan seluruh potensi kecerdasan anak. Sentra main adalah zona atau area main anak yang dilengkapi dengan seperangkat alat main yang berfungsi sebagai pijakan lingkungan yang diperlukan untuk mendukung perkembangan anak. Bentuk-bentuk sentra yang jika dimainkan akan mengembangkan semua aspek kecerdasan anak:[44]
1.      Sentra ibadah
Sentra ini adalah spiritualitas atau keagamaan. Melalui sentra ini, anak dapat dirangsang supaya semua kemampuannya tumbuh dan berkembang dengan memperkenalkan Tuhan, menghitung jumlah ciptaan-Nya, merasakan secara emosional kehadiran-Nya, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan religiuitas.
2.      Sentra bahasa
Sentra ini akan mengemas berbagai perkembangan kecerdasan anak melalui kecerdasan bahasa atau kosa kata anak. Kecerdasan anak bisa dikembangkan melalui kegiatan berbicara, mendengar, bernyanyi, berpuisi, menulis, dan bercerita. Jika yang dikatakan adalah bilangan-bilangan, maka sentra ini secara tidak langsung mengembangkan kecerdasan matematika.
3.      Sentra balok
Sentra ini bertujuan untuk mengasah kecerdasan visual-spasial (kecerdasan ruang) anak. Sentra ini menyodorkan anak agar bermain berbagai bentuk balok, seperti kubus, dadu, geometri, dan lain sebagainya. Di samping itu, anak-anak juga sering diajak menonton film, menggambar, dan berimajinasi.
4.      Sentra bermain peran
Sentra ini bertujuan untuk mengasah kecerdasan interpersonal dan intrapersonal, serta menumbuhkan jiwa kompetitif pada anak. Biasanya sentra ini mengajak anak-anak bermain peran, cerita estafet, bermain kelompok, dan lain sebagainya.
5.      Sentra seni musik
Sentra ini mengajak anak-anak untuk bermain musik dan seni tari, sehingga anak mempunyai kecerdasan musikal yang tinggi.
6.      Sentra ketangkasan atau kinestetik
Sentra ini bertujuan untuk mengasah kemampuan olah tubuh atau ketangkasan anak. Biasanya, sentra ini adalah lapangan atau ruang terbuka. Bisa juga dilakukan di alam bebas ketika karya wisata atau taman safari.
7.      Sentra alam bebas
Sentra ini bertujuan untuk mencerdaskan naturalis anak. Dengan kata lain, sentra ini bertujuan untuk menumbuhkan kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan dan alam sekitar.
8.      Sentra puzzle
Sentra ini dapat menumbuhkan kecerdasan matematis-logis, linguistik, visual, spiritual, intra dan interpersonal anak. Misalnya, potongan-potongan puzzle tersebut diberi gambar masjid (mengasah kecerdasan spiritual anak), dimainkan berdua (mengasah kecerdasan sosial-emosional dan interpersonal), beberapa puzzle dimainkan secara serempak (menumbuhkan jiwa kompetisis anak), dan lain sebagainya.
Pijakan adalah dukungan yang berubah-ubah yang disesuaikan dengan perkembangan yang dicapai anak yang diberikan sebagai pijakan untuk mencapai perkembanganya yang lebih tinggi. Empat pijakan tersebut adalah:[45] pijakan lingkungan main, pijakan sebelum main, pijakan selama main, dan pijakan setelah main.
Setiap anak memperoleh dukungan untuk aktif, kreatif, dan berani mengambil keputusan sendiri tanpa tahu membuat kesalahan. Setiap tahap perkembangan bermain anak dirumuskan secara jelas, sehingga dapat menjadi acuan bagi pendidik melakukan penilaian perkembangan anak. Penerapan BCCT tidak bersifat kaku. Dapat dilakukan secara bertahap, sesuai situasi dan kondisi setempat.



D. PENUTUP
1.      Kesimpulan
Multiple intelligences kini telah banyak dikembangkan dari sejak kajian teoritis sampai pada berbagai praktek kegiatan pendidikan dan pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. Kajian-kajian tentang pengembangan kemampuan anak berdasarkan multiple intelligences ini diharapkan memberikan satu nuansa baru bagaimana sebenarnya hakikat manusia dari sisi potensi, bakat, dan kemampuannya dapat dikembangkan secara optimal. Tentu kajian ini tidak berhenti sampai di sini saja. Lebih dari itu, masih terlalu dini untuk mengungkapkan bahwa multiple intelligences adalah yang terbaik dalam pengembangan kepribadian seorang anak.
Namun yang pasti memberi kesempatan bagi orang tua, guru, dan peserta didik sejak awal, khususnya tentang multiple intelligences kiranya dapat memberikan satu motivasi yang kuat, bahwa kegiatan pendidikan dan pembelajaran perlu dikaji lebih jauh. Tulisan ini diharapkan menjadi nilai nilai inspirasi bagi upaya peningakatan kemauan dan kemampuan dalam memahami multile intelligences tersebut.

2.      Kritik dan Saran
Demikianlah makalah ini kami susun sebagai bahan presentasi dalam diskusi. Oleh karena banyaknya hal belum tersaji dalam makalah ini maka di harapkan kritik dan sarannya dari peserta diskusi dan bimbingan serta arahan dari Dosen Pengampu yang akan sangat membantu untuk menyempurnakan makalah ini. Terima kasih dan semoga Allah melimpahkan hidayah ilmiah kepada kita semua.Amin.










DAFTAR PUSTAKA
Garner, Howard. Multiple Intelligences: Teori Dalam Praktek. Alih Bahasa: Drs. Alexander Sindoro. Tangerang: Interaksara. 2012.
Goleman, D. Emotional Intelligences: Why it can matter more than IQ. New York: Bantam. 1995.
Hurlock, Elizabeth. B. Perkembangan Anak, terj: dr. Med. Meitasari Tjandrasa, Dra. Muslichah Zarkasih. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama. 1978.
Jasmine, Julia, M.A. Panduan Praktis Mengajar Berbasis Multiple Intelligences. Bandung: Nuansa. 2007.
Lwin, May, dkk. Cara Mengembangkan Berbagai Komponen Kecerdasan. Jakarta: PT Indeks. 2008.
Musfiroh, Tadkiroatun. Pengembangan Kecerdasan Majemuk. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka. 2008.
Riyanto, Prof.Dr.H. Yatim, M.pd. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media Group. Cet 1. 2009.
Sujiono, Yuliani Nurani,dkk. Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka. 2006
Suyadi, M.Pd.I. Psikologi Belajar PAUD. Yogyakarta: Pedagogia. 2010.
Wawuru, Fidelis E.& Monty P. Satiadarma. Mendidik Kecerdasan, Pedoman bagi orang tua dan guru dalam mendidik anak cerdas. Ed 1. Jakarta: Pustaka Populer Obor. 2003.
Wulan, Ratna. Mengasah Kecerdasan Pada Anak (bayi- pra-sekolah). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2011.
Yaumi, Dr. Muhammad,M.Hum.,M.A. Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences. Jakarta: Dian Rakyat. 2012.



[1]  Wulan, Ratna. Mengasah Kecerdasan Pada Anak (bayi- pra-sekolah). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2011.hlm: 21.
[2]  Ibid,….. hlm: 23.
                [3] Hurlock, Elizabeth. B. Perkembangan Anak, terj: dr. Med. Meitasari Tjandrasa, Dra. Muslichah Zarkasih. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama. 1978.hlm: 150.
[4] Wulan, Ratna. Mengasah Kecerdasan Pada Anak (bayi- pra-sekolah). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2011. hlm: 28.
[5] Goleman, D. Emotional Intelligences: Why it can matter more than IQ. New York: Bantam. 1995.
[6] Hurlock, Elizabeth. B. Perkembangan Anak, terj: dr. Med. Meitasari Tjandrasa, Dra. Muslichah Zarkasih. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama. 1978.
[7] Wulan, Ratna. Mengasah Kecerdasan Pada Anak (bayi- pra-sekolah). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2011.hlm:54.

[8]   Musfiroh, Tadkiroatun. Pengembangan Kecerdasan Majemuk. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka. 2008.hlm: 1.3.
[9] Yaumi, Dr. Muhammad,M.Hum.,M.A. Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences. Jakarta: Dian Rakyat. 2012.hlm: 11.
[10]  Musfiroh, Tadkiroatun.op.cit.hlm: 1.4.

[11] Musfiroh, Tadkiroatun. Pengembangan Kecerdasan Majemuk. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka. 2008.hlm: 1.4.
[12] Riyanto, Prof. Dr. H. Yatim, M.pd. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media Group. Cet 1. 2009. hlm: 219.
[13] Yaumi, Dr. Muhammad,M.Hum.,M.A. Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences. Jakarta: Dian Rakyat. 2012.hlm: 12.
[14] Musfiroh, Tadkiroatun. Pengembangan Kecerdasan Majemuk. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka. 2008.hlm: 1.5.
[15] Jasmine, Julia, M.A. Panduan Praktis Mengajar Berbasis Multiple Intelligences. Bandung: Nuansa. 2007.hlm: 12.
[16] Sujiono, Yuliani Nurani,dkk. Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka. 2006.hlm: 6.4.
[17] Yaumi, Dr. Muhammad,M.Hum.,M.A. Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences. Jakarta: Dian Rakyat. 2012.hlm: 12.
[18] Ibid….hlm: 12.
[19] Wawuru, Fidelis E.& Monty P. Satiadarma. Mendidik Kecerdasan, Pedoman bagi orang tua dan guru dalam mendidik anak cerdas. Ed 1. Jakarta: Pustaka Populer Obor. 2003. hlm: 7.

[20] Wawuru, Fidelis E.& Monty P. Satiadarma. Mendidik Kecerdasan, Pedoman bagi orang tua dan guru dalam mendidik anak cerdas. Ed 1. Jakarta: Pustaka Populer Obor. 2003. hlm: 8.
[21] Ibid….. hlm: 14
[22] Suyadi, M.Pd.I. Psikologi Belajar PAUD. Yogyakarta: Pedagogia. 2010. hlm: 153-154

[23] Yaumi, Dr. Muhammad,M.Hum.,M.A. Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences. Jakarta: Dian Rakyat. 2012. hlm: 15.
[24] Suyadi, M.Pd.I. Psikologi Belajar PAUD. Yogyakarta: Pedagogia. 2010. hlm: 157-158.

[25] Yaumi, Dr. Muhammad,M.Hum.,M.A. Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences. Jakarta: Dian Rakyat. 2012. hlm: 16.
[26] Ibid... hlm: 17.
[27] Suyadi, M.Pd.I. Psikologi Belajar PAUD. Yogyakarta: Pedagogia. 2010. hlm: 161-162.

[28] Yaumi, Dr. Muhammad,M.Hum.,M.A. Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences. Jakarta: Dian Rakyat. 2012. hlm: 18-19.
[29] Suyadi, M.Pd.I. Psikologi Belajar PAUD. Yogyakarta: Pedagogia. 2010. hlm: 165-166.
[30] Yaumi, Dr. Muhammad,M.Hum.,M.A. Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences. Jakarta: Dian Rakyat. 2012. hlm: 17-18.
[31] Suyadi, M.Pd.I. Psikologi Belajar PAUD. Yogyakarta: Pedagogia. 2010. hlm: 169-170.
[32] Yaumi, Dr. Muhammad,M.Hum.,M.A. Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences. Jakarta: Dian Rakyat. 2012. hlm: 21-22.
[33] Suyadi, M.Pd.I. Psikologi Belajar PAUD. Yogyakarta: Pedagogia. 2010. hlm: 177.
[34] Suyadi, M.Pd.I. Psikologi Belajar PAUD. Yogyakarta: Pedagogia. 2010. hlm: 174.
[35] Ibid… hlm: 177.
[36] Suyadi, M.Pd.I. Psikologi Belajar PAUD. Yogyakarta: Pedagogia. 2010. hlm: 178.
[37] Yaumi, Dr. Muhammad,M.Hum.,M.A. Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences. Jakarta: Dian Rakyat. 2012. hlm: 23.
[38] Suyadi, M.Pd.I. Psikologi Belajar PAUD. Yogyakarta: Pedagogia. 2010. hlm: 181.
[39] Yaumi, Dr. Muhammad,M.Hum.,M.A. Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences. Jakarta: Dian Rakyat. 2012. hlm: 24.
[40] Ibid…. hlm: 25.
[41] Suyadi, M.Pd.I. Psikologi Belajar PAUD. Yogyakarta: Pedagogia. 2010. hlm: 184-185.
[42] Garner, Howard. Multiple Intelligences: Teori Dalam Praktek. Alih Bahasa: Drs. Alexander Sindoro. Tangerang: Interaksara. 2012. hlm:  54.
[43] Ibid…. hlm:  57-58.
[44] Suyadi, M.Pd.I. Psikologi Belajar PAUD. Yogyakarta: Pedagogia. 2010. hlm: 310-313.
[45] Suyadi, M.Pd.I. Psikologi Belajar PAUD. Yogyakarta: Pedagogia. 2010. hlm: 306-309.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar