I.
PENDAHULUAN
Manusia
dalam kenyataan hidupnya menunjukkan bahwa ia membutuhkan suatu proses belajar
yang memungkinkan dirinya untuk menyatakan eksistensinya secara utuh dan
seimbang. Manusia tidak dirancang oleh Allah SWT untuk dapat hidup secara
langsung tanpa proses belajar terlebih
dahulu untuk memahami jati dirinya dan menjadi dirinya. Dalam proses belajar
itu dimulai dengan orang terdekatnya. Proses belajar itulah yang kemudian
menjadi basis pendidikan. Aktivitas pendidikan terkait dengan perubahan yang
secara moral bersifat lebih baik, ciri perubahan atau kemajuan secara
fundamental adalah terjadinya perkembangan internal diri manusia yatu keimanan
dan ketaqwaan, bukan hanya perubahan eksternal yang cenderung bersifat material
yang dapat menghancurkan keimanan dan ketaqwaan manusia. Dalam kehidupan modern
seperti sekarang ini, produk pendidikan sering hanya diukur dari perubahan
eksternal yaitu kemajuan fisik dan material yang dapat meningkatkan pemuasan
kebutuhan manusia. Masalahnya adalah bahwa manusia dalam memenuhi kebutuhan
sering bersifat tidak tebatas, bersifat subyektif yang sering justru dapat
menghancurkan harkat kemanusiaan yang paling dalam yaitu kehidupan rohaninya.
Produk pendidikan berubah menghasilkan manusia yang cerdas dan terampil untuk
melakukan pekerjaannya, tetapi tidak memiliki kepedulian dan perasaan terhadap
sesama manusia. Ilmu pengetahuan yang dikembangkan menjadi instrumen kekuasaan
dan kesombongan untuk memperdayai orang lain, kecerdikannya digunakan untuk
menipu dan menindas orang lain, produk pendidikan berubah menghasilkan manusia
yang serakah dan egois.[1]
Keberhasilan menanamkan nilai-nilai
rohaniah (keimanan dan ketakwaan pada Allah swt.) dalam diri anak, terkait dengan satu faktor dari sistem
pendidikan, yaitu metode pendidikan yang dipergunakan orang tua ataupun pendidik
dalam menyampaikan pesan-pesan ilahiyah, sebab dengan metode yang tepat, materi
pelajaran akan dengan mudah dikuasai anak. Dalam pendidikan Islam, perlu
dipergunakan metode pendidikan yang dapat melakukan pendekatan menyeluruh
terhadap manusia, meliputi dimensi jasmani dan rohani (lahiriah dan batiniah),
walaupun tidak ada satu jenis metode pendidikan yang paling sesuai mencapai
tujuan dengan semua keadaan. Sebaik apapun tujuan pendidikan, jika tidak didukung
oleh metode yang tepat, tujuan tersebut sangat sulit untuk dapat tercapai
dengan baik. Sebuah metode akan mempengaruhi sampai tidaknya suatu informasi
secara lengkap atau tidak. Bahkan sering disebutkan cara atau metode kadang
lebih penting daripada materi itu sendiri. Oleh sebab itu pemilihan metode
pendidikan harus dilakukan secara cermat, disesuaikan dengan berbagai faktor
terkait, sehingga hasil pendidikan dapat memuaskan.[2]
Nabi Muhammad SAW sejak awal sudah
mencontohkan dalam mengimplementasikan metode pendidikan yang tepat terhadap
para sahabatnya. Strategi pembelajaran yang beliau lakukan sangat akurat dalam
menyampaikan ajaran Islam. Nabi Muhammad SAW sangat memperhatikan situasi,
kondisi dan karakter seseorang, sehingga nilai-nilai Islami dapat ditransfer
dengan baik. Nabi Muhammad SAW juga sangat memahami naluri dan kondisi setiap
orang, sehingga beliau mampu menjadikan mereka suka cita, baik meterial maupun
spiritual, beliau senantiasa mengajak orang untuk mendekati Allah SWT dan
syari’at-Nya. Makalah ini akan menyajikan ayat al-Qur’an dan hadis-hadis
tentang metode pendidikan Islam pada anak.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A. Bagaimana
Pendekatan Pendidikan Islam?
B. Bagaimana
Metode Pendidikan Islam pada Anak?
C. Apa
Macam-Macam Metode Pendidikan Islam?
D. Bagaimana
Penjelasan Dari Ayat Al-Qur’an Tentang Metode Pendidikan Islam pada Anak?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pendekatan
Pendidikan Islam
Sebagai
aktivitas yang begerak dalam bidang pendidikan dan pembinaan kepribadian,
Pendidikan Islam memerlukan landasan kerja yang memberi arah bagi program yang
akan dilakukan. Landasan tersebut terutama berasal dari Al-Qur’an maupun Hadis
Nabi. Di antara ayat Al-Qur’an atau Hadis Nabi tersebut, Dalam QS. Asy-Syura:
52
“Dan demikian Kami wahyukan
kepadamu Wahyu (Al-Qur’an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah
mengetahui Al-Kitab (Al-Qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu,
tetapi Kami mejadikan Al-Qur’an itu cahaya yang Kami beri petunjuk dengan dia
siapa yang Kami kehendaki diantara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu
benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang benar.” (QS.Asy-Syura: 52). Rasulullah bersabda yang artinya sebagai
beikut : “Sesungguhnya orang mukmin yang paling dicintai oleh Allah ialah orang
yang senantiasa tegak, taat kepada-Nya dan memberikan nasihat, sempurna akal
pikirannya, serta menasihati pula akan dirinya sendiri, menaruh perhatian serta
mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka ia beruntung dan memperoleh
kemenangan” (Al-Hadis)
Dari ayat Al-Qur’an
dan Hadis Rasul tersebut di atas dapat diambil kesimpulan sebagai dasar
pendidikan Islam yaitu sebagai berikut :
1.Bahwa Al-Qur’an diturunkan kepada umat
manusia untuk memberi petunjuk ke arah jalan hidup yang lurus dalam arti
memberi bimbingan dan petunjuk ke arah jalan yang diridlai Allah SWT.
2.Menurut sabda Rasul,
bahwa diantara sifat orang mukmin ialah saling menasihati untuk mengamalkan
ajaran Allah, yang dapat diformulasikan sebagai usaha atau dalam bentuk
pendidikan Islam.
3.Al-Qur’an dan Hadits tersebut
menerangkan bahwa Nabi adalah seorang
pemberi petunjuk jalan lurus dan selalu memerintahkan kepada umatnya agar
saling memberi petunjuk, memberikan bimbingan, penyuluhan dan pendidikan Islam.
Berdasarkan
penjelasan di atas, dapat dikemukakan pula bahwa pendidikan Islam dalam
mengupayakan agar materi pendidikan dan pengajaran Islam dapat diterima oleh
obyek pendidikan yang dalam pelaksanaannya meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Pendidikan religius yang menitik beratkan
kepada pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang berjiwa religius dengan
bakat-bakat keagamaan.
b. Pendekatan filosofis yang memandang
bahwa manusia adalah makhluk rasional, sehingga segala sesuatu yang menyangkut
pengembangannya didasarkan pada sejauh mana kemampuan berpikirnya dapat
dikembangkan sampai pada titik maksimal perkembangannya.
c. Pendekatan sosio kultural yang
tertumpu pada pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang bermasyarakat dan
berkebudayaan sehingga dipandang sebagai homo sosius dan homo sapiens dalam
kehidupan bermasyarakat yang berkebudayaan. Dengan demikian pengaruh lingkungan
masyarakat dan perkembangan kebudayaannya sangat besar artinya bai proses pendidikan
dan individunya.
d. Pendekatan scientific dimana
titik beratnya terletak pada pandangan bahwa manusia memiliki kemampuan
menciptakan (kognitif), berkemauan (konatif) dan merasa (emosional atau
efektif). Pendidikan harus dapat mengembangkan kemampuan analitis-analitis dalam
berpikir.
B.
Pengertian
Metode Pendidikan Islam pada Anak
Secara
etimologi, istilah metode berasal dari bahasa Yunani “metodos”, kata ini
terdiri dari dua suku kata yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati dan
“hodos” yang berarti jalan atau cara.[3]
Metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. Jika metode
tesebut dikaitkan dengan pendidikan Islam, dapat membawa arti metode sebagai
jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri seseorang sehingga terlihat
dalam pribadi obyek sasaran, yaitu pribadi Islami, selain itu metode dapat
membawa arti sebagai cara untuk memahami, menggali, dan mengembangkan ajaran
Islam, sehingga terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
Dalam
pendidikan Islam, metode yang tepat guna bila ia mengandung nilai-nilai
intrinsik dan ekstrinsik sejalan dengan materi pelajaran dan secara fungsional
dapat dipakai untuk merealisasikan nilai-nilai ideal yang terkandung dalam
tujuan pendidikan Islam. Dari rumusan-rumusan di atas dapat dimaknai bahwa
metode pendidikan Islam adalah berbagai macam cara yang digunakan oleh orang
tua atau pendidik secara Islami sesuai syari’at agar tujuan pendidikan dapat
tercapai. Rasulullah
SAW bersabda : "Tidaklah orangtua memberikan kepada anaknya pemberian yang
lebih utama selain dari pendidikan yang baik " (HR. Tirmidzi &
Thabrani). Dalam bahasa Arab, kata metode
diungkapkan dalam berbagai kata. Terkadang digunakan kata al-Thariqah, manhaj,
dan al-washilah. Al-Thariqah berarti jalan,manhaj berarti sistem, dan
al-washilah berarti perantara atau mediator.
Tentang fungsi
metode secara umum dapat dikemukakan sebagai pemberi jalan atau cara yang
sebaik mungkin bagi pelaksanaan operasional dari ilmu pendidikan tersebut.
Sedangkan dalam konteks lain metode dapat merupakan sarana untuk menemukan,
menguji, dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan disiplin suatu
ilmu.[4] Metode berfungsi mengantarkan pada suatu
tujuan kepada obyek sasaran tersebut. Dalam al-Qur’an dijelaskan metode dikenal
sebagai sarana untuk menyampaikan pada seseorang tujuan penciptaannya sebagai
khalifah di muka bumi ini dengan melaksanakan pendekatan di mana manusia
ditempatkan sebagai makhluq yang memiliki potensi rohaniah dan jasmaniah, yang
keduanya dapat digunakan sebagai saluran penyampaian materi pelajaran.
Karenanya, terdapat suatu prinsip yang umum dalam memfungsikan metode, yaitu
prinsip agar pengajaran dapat disampaikan dalam suasana menyenangkan,
menggembirakan, penuh dorongan, dan motivasi, sehingga pelajaran atau materi
didikan itu dapat dengan mudah diberikan. Banyak metode yang ditawarkan para
ahli sebagaimana dijumpai dalam buku-buku kependidikan lebih merupakan usaha
mempermudah atau mencari jalan paling sesuai dengan perkembangan jiwa si anak
dalam menerima pelajaran.
Agar proses
pembelajaran tidak menyimpang dari tujuan pendidikan Islam, orang tua atau
pendidik dalam menggunakan metodenya harus berpegang kepada prinsip-prinsip yang
berlandaskan pada ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits, M. Arifin menetapkan sembilan
prinsip yang harus dipedomani dalam menggunakan metode pendidikan Islam pada
anak, kesembilan prinsip tersebut adalah : [5]
1.Prinsip memberikan suasana
gembira
2.Prinsip memberikan layanan dengan
lemah lembut
3.Prinsip kebermaknaan
4.Prinsip prasyarat
5.Prinsip komunikasi terbuka
6.Prinsip pemberian pengetahuan
baru
7.Prinsip memberikan model perilaku
yang baik
8.Prinsip pengalaman secara aktif
9.Prinsip
kasih sayang
C.
Macam-macam
Metode Pendidikan Islam pada Anak
Sebelum Nabi
Muhammad SAW memulai tugasnya sabagai Rasul, yaitu melaksanakan pendidikan
Islam terhadap umatnya, Allah SWT telah mendidik dan mempesiapkannya untuk
melaksanakan tugas tersebut secara sempurna, melalui pengalaman, pengenalan
serta peran sertanya dalam kehidupan masyarakan dan lingkungan budayanya,
dengan potensi fitrahnya yang luar biasa. Berdasarkan hadis-hadis yang ada,
dalam konteks pembelajaran, Nabi Muhammad SAW sangat kaya dengan strategi dalam
menyampaikan pesan-pesan pendidikannya, sehingga tujuan pendidikan yang
dikehendaki dapat tercapai dengan baik.
Yang dimaksudkan dengan metode
pendidikan di sini adalah semua cara yang digunakan dalam upaya mendidik anak. Abdullah
Nashih Ulwan, dalam bukunya Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, mengatakan
bahwa metode pendidikan yang dapat diterapkan seorang pendidik atau orang tua
dalam memberikan pendidikan agama Islam bagi anak-anaknya sehingga anak dapat
mencapai kematangan kepribadian muslim yang sempurna adalah sebagai berikut :[6]
- Pendidikan dengan keteladanan.
- Pendidikan dengan adat kebiasaan.
- Pendidikan dengan nasihat.
- Pendidikan dengan memberikan perhatian.
- Pendidikan dengan memberikan hukuman.
Menurut
pemikiran Ulwan, apabila metode-metode tersebut diterapkan dalam pendidikan
anak khususnya dalam keluarga, maka secara bertahap mereka para orang tua
mempersiapkan anak-anaknya untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi
kehidupan dan pasukan-pasukan yang kuat untuk kepentingan Islam (sebagai
penegak ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan).
Bertolak dari
dasar pandangan tersebut di atas, Al-Qur’an menawarkan berbagai pendekatan dan
metode dalam pendidikan Islam, yakni dalam menyampaikan materi pendidikan.
Metode tersebut antara lain :[7]
1.
Metode Teladan
Dalam
al-Qur’an kata teladan diproyeksikan dengan kata uswah yang kemudian diberi
sifat di belakangnya seperti sifat hasanah yang berarti baik. Sehingga
terdapat ungkapan usawatun hasanah yang
artinya teladan yang baik. Metode ini dianggap penting karena aspek agama yang
terpenting adalah akhlak yang termasuk dalam kawasan afektif yang terwujud
dalam bentuk tingkah laku (behavioral).
2.
Metode Kisah Kisah atau
cerita
Sebagai
suatu metode pendidikan ternyata mempunyai daya tarik yang menyentuh peraasaan.
Islam menyadari sifat alamiah manusia untuk menyenangi cerita itu, dan
menyadari pengaruhnya yang besar terhadap perasaan. Oleh karena itu, Islam
mengeksploitasi cerita itu untuk dijadikan salah satu teknik pendidikan. Ia
menggunakan berbagai jenis cerita; cerita sejarah faktual yang menampilkan
suatu contoh kehidupan manusia yang ditampilkan oleh contoh tersebut.
3. Metode
Nasihat
Al-Qur’an
al-Karim juga menggunakan kalimat-kalimat yang menyentuh hati untuk mengrahkan
masusia kepada ide yang dikehendakinya. Inilah yang kemudian yang dikenal
sebagai nasihat. Tetapi nasihat yang disampaikannya ini selalu disertai dengan
panutan atau teladan dari si pemberi atau penyampai nasihat itu. Ini
menunjukkan bahwa antara satu metode dengan nasihat dengan metode lain yang
dalam hal ini keteladanan bersifat saling melengkapi. Maka menurut al-Qur’an
metode nasihat itu hanya diberikan kepada mereka yang melanggar peraturan, dan
ini walaupun jarang bisa terjadi. Dengan demikian nampaknya metode nasihat
lebih ditujuakan kepada murid-murid atau siswa-siswa yang kelihatannya
melanggar peraturan. Ini menunjukkan dasar psikologi yang kuat, karena orang
pada umumnya kurang senang dinasihati, apalagi kalau nasihat itu ditujukan
kepada pribadi tertentu. Selain itu, metode nasihat juga menunjukkan ada
perbedaan status antara yang dinasihati dan yang menasihati. Yang menasihati
berada pada posisi yang lebih tinggi dari pada yang dinasihati. Lebih-lebih
lagi jika yang dinasihati itu datangnya dari seseorang yang kurang mereka
senangi. Nasihat serupa ini tidak banyak artinya. Berbeda dengan nasihat yang
diberikan oleh orang yang disukai secara obyektif. Mereka justru meminta atau
senang diberi nasihat. Nampaknya nasihat yang diberikan terlebih dahulu harus
didasarkan kepada kepribadian yang teladan dan baik dari orang yang menasihati
itu. Al-Qur’an secara eksplisit menggunakan nasihat sebagai salah satu cara
untuk manyampaikan suatu ajaran. Al-Qur’an berbicara tentang penasihat, yang
dinasihati, obyek nasihat, situasi nasihat dan latar belakang nasihat.
Karenanya, sebagai suatu metode pengajaran nasihat dapat diakui
kebenarannya.
4. Metode
Pembiasaan
Cara
lain yang digunakan oleh al-Qur’an dalam memberikan materi pendidikan adalah
melalui kebiasaan yang dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini termasuk
merubah kebiasaan-kebiasaan yang negatif. Kebiasaan ditempatkan oleh manusia
sebagai suatu yang istimewa. Ia menghemat banyak sekali kekuatan manusia,
karena sudah menjadi kebiasaan yang sudah melekat dan spontan, agar kekuatan
itu dapat dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan dalam berbagai bidang pekerjaan,
berproduksi, dan kreativitas lainnya. Al-Qur’an menjadikan kebiasaan itu
sebagai salah satu teknik atau metode pendidikan. Lalu ia mengubah seluruh
sifat-sifat baik menjadi kebiasaanyang mudah, tanpa kehilangan banyak tenaga,
dan tanpa menemukan banyak kesulitan. Selain itu al-Qur’an juga menciptakan
agar tidak terjadi kerutinan yang kaku dalam bertindak, dengan cara terus
menerus mengingatkan tujuan yang ingin dicapai dengan kebiasaan itu, dan dengan
menjalin hubungan yang hidup antar manusia dan Allah dalam satu hubungan yang
dapat mengalirkan berkas cahaya ke dalam hati sehingga tidak gelap gulita.
Dalam upaya menciptakan kebiasaan yang baik ini al-Qur’an antara lain menempuh
melalui dua cara sebagai berikut :
Pertama,
dicapainya melalui bimbingan dan latihan.
Kedua,
dengan cara mengkaji aturan-aturan Tuhan yang terdapat di alam raya yang
bentuknya amat teratur.
5. Metode
Hukuman dan Ganjaran
Muhammad
Quthb mengatakan : “Bila teladan dan nasihat tidak mampu, maka pada waktu itu
harus diadakan tindakan tegas yang dapat meletakkan persoalan di tempat yang
benar.[8] Tidakan
tegas itu adalah hukuman. Islam memandang bahwa hukuman bukan sebagai tindakan
yang pertama kali yang haurs dilakukan oleh seorang pendidik atau orang tua,
dan bukan pula cara yang didahulukan. Nasihatlah yang paling didahulukan.
6. Metode
Ceramah (Khutbah)
Ceramah
atau khutbah termasuk cara yang paling banyak digunakan dalam menyampaikan atau
mengajak orang lain mengikuti ajaran yang telah ditentukan. Metode ceramah ini
dekat dengan kata tabligh yaitu
menyampaikan sesuatu ajaran. Pada masa sekarang ini, istilah tabligh termasuk ceramah amat populer
dan banyak digunakan termasuk dalam pengajaran, karena metode ini termasuk yang
paling mudah, murah, dan tidak banyak memerlukan peralatan. Daya tarik ceramah,
atau tabligh bisa berbeda-beda,
tergantung kepada siapa pembicaranya, bagaimana pribadi si pembicara itu, dan
bagaimana bobot pembicaraannya itu, dan apa prestasi yang telah dihasilkannya.[9]
Semua ini akan menjadi catatan yang mendasari daya tarik tabligh yang disampaikan.
7. Metode
Diskusi
Metode
diskusi juga diperhatikan oleh al-Qur’an dalam mendidik dan mengajar manusia
dengan tujuan lebih memantapkan pengertian dan sikap pengetahuan mereka
terhadap suatu masalah.
8. Metode
Lainnya
Al-Qur’an
sebagai kitab suci tidak pernah habis digali isinya. Demikian juga tentang
masalah metode pendidikan ini, masih bisa dikembangkan lebih lanjut. M. Arifin,
misalnya menyebutkan tidak kurang dari 15 metode pendidikan yang dapat diambil
dari al-Qur’an yang diantaranya metode-metode yang telah disebutkan di atas.
Sedangkan metode lainnya disebut metode perintah dan larangan, metode pemberian
suasana (situasional), metode
mendidik secara kelompok (mutual
education), metode instruksi, metode bimbingan dan penyuluhan, metode
perumpamaan, metode taubat dan ampunan, dan metode penyajian.[10]
Namun, metode-metode yang disebutkan terakhir ini kurang populer, sedangkan
yang populer adalah metode-metode yang disebutkan terdahulu.
Beberapa
strategi pembelajaran yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW antara lain : [11]
1. Mendidik
dengan Contoh Teladan
Nabi Muhammad
SAW merepresentasikan dan mengekspresikan apa yang ingin diajarkan melalui
tindakan, dan kemudian menerjemahkan tindakannya ke dalan kata-akata. Mendidik
dengan contoh (keteladanan) adalah salah satu strategi pembelajaran yang
dianggap besar pengaruhnya, hal ini sudah dibuktikan oleh Nabi Muhammad SAW.
Sebagai hasilnya, apapun yang dijarkan
dapat diterima dengan segera dari dalam keluarga dan oleh masyarakat
pengikutnya. Apa yang dilihatnya akan ia tirukan dan lama kelamaan akan menjadi
tradisi bagi anak. Hal ini sesuai firman Allah SWT QS. al-Ahzab ( 33): 21 yang artinya:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan
Dia banyak menyebut Allah.”
Segala yang
dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam kehidupannya merupakan cerminan kandungan
al-Qur’an secara utuh. Beberapa perilaku Nabi Muhammad SAW yang menjadi “uswah
hasanah” antara lain : [12]
a.Kesederhanaan Nabi Muhammad SAW
b.Kedermawanan Nabi Muhammad
SAW
c.Tertawa Nabi Muhammad SAW
d.Senda Gurau Nabi Muhammad SAW
e.Pergaulan Nabi Muhammad SAW
Dalam
hal keteladanan ini, lebih jauh Abdullah Nashih Ulwan menafsirkan dalam
beberapa bentuk, yaitu:[13]
a. Keteladanan
dalam ibadah.
b. Keteladanan
bermurah hati.
c. Keteladanan
kerendahan hati.
d. Keteladanan
kesantunan.
e. Keteladanan
keberanian.
f. Keteladanan
memegang akidah.
2. Mendidik
dengan Targhib dan Tarhib
Kata Targhib berasal dari kata kerja ragghaba yang berarti; menyenangi,
menyukai dan mencintai, kemudian kata itu diubah menjadi kata benda targhib yang mengandung makna suatu
harapan untuk memperoleh kesenangan, kecintaan dan kebahagiaan. Semua itu
dimunculkan dalam bentuk janji-janji berupa keindahan dan kebahagiaan yang
dapat merangsang/mendorong sesorang sehingga timbul harapan dan semangat untuk
memperolehnya. Secara psikologi, cara itu akan manimbulkan daya tarik yang kuat
untuk menggapainya. Sedangkan istilah tarhib
berasal dari kata rahhaba yang
berarti; penakut-nakuti atau mengancam. Lalu kata itu diubah menjadi kata benda
tarhib yang berarti ancaman atau hukuman.
Untuk kedua istilah itu, Al-Nahlawi mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan targhib adalah janji yang disertai
dengan bujukan yang membuat senang terhadap suatu yang maslahat, terhadap
kenikmatan atau kesenangan akhirat yang baik dan pasti serta suka kepada
kebersihan dari segala kotoran, yang kemudia diteruskan dengan melakukan amal
saleh dan menjauhi kenikmatan selintas yang mengandung bahaya dan perbuatan
buruk. Sementara tarhib ialah suatu
ancaman atau siksaan sebagai akibat melakukan dosa atau kesalahan yang dilarang
Allah SWT, atau akibat lengah dalam menjalankan kewajiban yang diperintahkan
Allah SWT.
Nabi Muhammad
SAW dalam rangka menyampaikan pendidikan kepada masyarakat terkadang dengan
ungkapan yang bersifat pemberian rangsangan (targhib) atau dengan ungkapan-ungkapan yang bersifat ancaman (tarhib), kedua sifat ungkapan ini
dilakukan oleh Rasulullah SAW semata-mata sebagai sebuah strategi, agar
pesan-pesan pendidikan dapat sampai kepada obyek pendidikan. Beberapa bentuk
dari targhib dan tarhib yang dilakukan oleh Rasulullah SAW antara lain adalah : [14]
a. Bentuk-bentuk Targhib
(rangsangan), yaitu: rangsangan untuk mau menolong antar sesama, rangsangan
agar mau selalu beribadah, rangsangan untuk bersikap sabar, rangsangan untuk
beramal kebaikan, dan rangsangan untuk selalu bekerja keras.
b. Bentuk-bentuk Tarhib (ancaman),
yaitu: ancaman bagia orang yang sombong, ancaman bagi orang yang bersumpah
palsu, ancaman bagi yang memfitnah, dan ancaman bagi yang berlaku zalim.
3.Mendidik
dengan Perumpamaan (Amtsal)
Perumpamaan
dilakukan oleh Rasulullah SAW sebagai salah satu strategi pembelajaran untuk
memberikan pemahaman kepada obyek sasaran materi pendidikan semudah mungkin,
sehingga kandungan maksud dari suatu materi pelajaran dapat dicerna dengan
baik, strategi ini dilakukan dengan cara menyerupakan sesuatu dengan sesuatu
yang lain, mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang lebih konkrit. Beberapa
contoh pendidikan Rasulullah SAW yang menggunakan perumpamaan sebagai salah
satu strateginya, antara lain sebagai berikut :
a.Perumpamaan orang bakhil dan
dermawan
b.Perumpamaan orang yang suka
memberi dan suka meminta
c.Perumpamaan
kawan baik dan jelek
4.Mendidik dengan Nasihat
Nabi Muhammad
SAW sering sekali kedatangan masyarakat dari berbagai kalangan, mereka datang
kepada Nabi Muhammad SAW khusus untuk meminta nasihat tentang berbagai hal,
siapa saja yang datang untuk meminta nasihat kepada Rasulullah SAW beliau
selalu memberikan nasihat sesuai dengan permintaan, selanjutnya nasihat
tersebut dijadikan pegangan dan landasan dalam kehidupan mereka. Beberapa
contoh pembelajaran Nabi melalui nasihat antara lain sebagai berikut :[15]
a.Nasihat
tentang menjaga amanat
b.Nasihat
tentang memelihara ucapan
c.Nasihat
tentang kesadaran akan dosa
Pemberi
nasihat seharusnya orang yang berwibawa di mata anak. Dan pemberi nasihat dalam
keluarga tentunya orang tuanya sendiri selaku pendidik bagi anak. Anak akan
mendengarkan nasihat tersebut, apabila pemberi nasihat juga bisa memberi
keteladanan. Sebab nasihat saja tidak cukup bila tidak diikuti dengan
keteladanan yang baik. Anak tidak akan melaksanakan nasihat tersebut apabila
didapatinya pemberi nasihat tersebut juga tidak melaksanakannya. Anak tidak
butuh segi teoritis saja, tapi segi praktislah yang akan mampu memberikan
pengaruh bagi diri anak.
Nasihat yang
berpengaruh, membuka jalannya ke dalam jiwa secara langsung melalui perasaan.
Setiap manusia (anak) selalu membutuhkan nasihat, sebab dalam jiwa terdapat
pembawaan itu biasanya tidak tetap, dan oleh karena itu kata–kata atau nasihat
harus diulang–ulang.[16]
Nasihat akan berhasil atau mempengaruhi jiwa anak, tatkala orangtua mampu
memberikan keadaan yang baik.
5.Mendidik dengan cara memukul
Dalam hal
tertentu, khusunya untuk membiasakan mengerjakan shalat bagi setiap muslim
sejak dini, Rasulullah SAW menganjurkan kepada setiap orang tua untuk menyuruh
(dengan kata-akata) kepada setiap anaknya, ketika mereka berusia tujuh tahun
agar mau melaksanakan ibadah shalat, selanjutnya Rasulullah SAW menganjurkan
jika pada usia sepuluh tahun belum mau melaksanakan shalat maka pukullah ia.
Perintah memukul ini mengandung makna yang sangat dalam, mengingat Rasulullah
SAW sendiri dalam kontek pendidikan, tidak pernah memukul (dengan tangan)
selama hidupnya. Perintah ini hanyalah menunjukkan ketegasan Rasulullah SAW
untuk menanamkan kebiasan positif yang harus dimulai sejak anak-anak.
Hadis riwayat Ahmad dan Abu Daud dari Amir ibn
Syuaib dari ayahnya daria kakeknya berkata : “Perintahkanlah anak-anakmu
mengerjakan shalat di kala mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka
karena mereka tidak mengerjakannya di kala mereka berumur 10 tahun dan
pisahkanlah tempat tidurnya” Memukul dalam hal ini tidak dilandasi oleh
emosional dan kemarahan, tetapi sebaliknya memukul dalam konteks Hadis di atas
harus dilandasi dengan kasih sayang, keikhlasan dan dengan tujuan semata-mata
karena Allah SWT. Dalam peristiwa yang lain (bukan dalam hal shalat) Rasulullah
SAW bersabda; bahwa sebaiknya pukulan itu dilakukan tidak berkali-kali, bahkan
cukup satu kali saja. Hadits riwayat Bukhari dari Anas ibn Malik ra. “...
Sesungguhnya kesabaran itu ketika pukulan pertama”
D.
Penjelasan
Ayat Al-Qur’an Tentang Metode Pendidikan Islam pada Anak
Dalam
penjelasan ayat al-Qur’an tentang metode pendidikan Islam pada Anak seperti
sudah diulas dalam bab di makalah ini yang terdapat beberapa metode Rasulullah dalam
mendidik anak dalam Islam maka pada bab ini akan diambil satu metode yang utama
dengan mengulas menggunakan ayat al-Qur’an dan hadis. Metode Rasulullah dalam
mendidik anak yang utama yaitu metode keteladanan, dimana keteladanan adalah
ruh dari pendidikan. Dengan keteladanan, pendidikan menjadi bermakna. Oleh
karena itu anak-anak perlu diarahkan untuk mengidolakan atau meneladani Nabi
Muhammad SAW serta orang-orang terbaik yang mengikuti teladannya seperti para
ulama dan mujahidin. Allah berfirman dalam QS. Al- Ahzab 33: 21 sebagai
berikut, "teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak
menyebut Allah".
Tidak
diragukan lagi, keteladanan merupakan metode pendidikan yang sangat efektif.
Tidak jarang, hanya dengan bekal keteladanan, tanpa harus banyak berbicara,
banyak orang tergerak untuk melakukan sesuatu. Keteladanan tidak hanya berlaku
dalam hal kebaikan. Dalam hal keburukan pun ada proses peneladanan terhadap
orangtuanya. Jika orangtua tidak dapat menunjukkan keteladanan yang baik kepada
anak, maka anak akan meneladani keburukan orangtuanya itu. Keteladanan
merupakan kekuatan kunci dari pendidikan Rasulullah SAW. Untuk mengetahui
bentuk keteladanan alangkah baiknya kita salami hidup Rasulullah SAW lebih
dalam. Beliau memerintahkan kita untuk hidup sederhana, maka beliau sendiri yang pertama mencontohkannya.
Baihaqi meriwayatkan dari ‘Aisyah r.a., “ Selama tiga hari berturut-turut,
Rasulullah SAW tidak merasa kenyang. Dan jika kami inginkan, kami dapat
mengenyangkan beliau, tapi beliau lebih suka mengenyangkan orang lain.” [17]
Dalam QS. Luqman 31: 19 juga dijelaskan tentang kesederhanaan,
artinya: “ Dan sederhanalah kamu
dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah
suara keledai”. Beliau juga seorang yang rendah hati dan masih banyak lagi
contoh keteladanan yang ditunjukkan Rasulullah SAW yang tidak mungkin di bahas
dalam ruang yang terbatas ini. Dalam QS. Luqman 31:18,
Artinya: “ Dan janganlah kamu
memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di
muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong lagi membanggakan diri”. Salah satu wujud agar menjauhkan diri dari
sifat sombong itu adalah sederhana dalam berjalan. Oleh karena itu seseorang
hendaklah berjalan dengan sederhana agar ia tidak jauh kepada perilaku sombong
yang sangat dibenci Allah SWT.
IV.
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Islam
memandang bahwa segala fenomena alam ini adalah hasil ciptaan Allah SWT dan
sekaligus tunduk kepada hukum-hukum-Nya, oleh karena itu anak harus dididik
agar mampu menghayati dan mengamalkan nilai-nilai dalam hukum Allah tersebut. Anak
harus mampu mengorientasikan hidupnya kepada kekuatan atau kekuasaan yang
berada di balik ciptaan alam raya serta mengaktualisasikan hukum-hukum Allah
melalui tingkah laku dalam kegiatan hidupnya. Sebagai agama rahmatan lil’alamin,
Islam mengandung prinsip-prinsip moralitas yang memandang manusia sebagai
pribadi yang mampu melaksanakan nilai-nilai moral agama dalam hidupnya.
Oleh
karena dengan tanpa nilai-nilai tersebut kehidupannya akan menyimpang dari
fitrah Allah yang mengandung nilai Islam. Jadi dengan demikian pola dasar yang
membentuk dan mewarnai sistem pendidikan Islam adalah pemikiran konseptual yang
berorientasi kepada nilai-nilai keimanan, nilai-nilai kemanusiaan, serta nilai-nilai
moral (akhlak) yang secara terpadu membentuk dan mewarnai tujuan pendidikan
Islam, sedangkan usaha pencapaian tujuan pendidikan sesuai dengan pola dasar
tersebut berlangsung dalam satu strategi metode pendidikan Islam.
Dari uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan
bahwa dalam pendidikan Islam atau Tarbiyah Islamiyyah masalah metode yang mendapat
perhatian sangat besar. Al-Qur’an dan al-Sunnah sebagai sumber ajaran Islam
berisi prinsip-prinsip dan petunjuk-petunjuk yang dapat dipahami dan diinterpretasikan
menjadi konsep-konsep tentang metode.
B.
SARAN
Demikianlah makalah ini saya susun sebagai bahan
presentasi dalam diskusi metode pendidikan Islam pada anak. Oleh karena
banyaknya hal belum tersaji dalam makalah ini maka di harapkan kritik dan
sarannya dari peserta diskusi dan bimbingan serta arahan dari Dosen Pengampu
yang akan sangat membantu untuk menyempurnakan makalah ini. Terima kasih dan
semoga Allah melimpahkan hidayah ilmiah kepada kita semua. Semoga makalah yang
jauh dari kesempurnaan ini bisa bermanfa’at bagi kita semua. Amin...
DAFTAR PUSTAKA
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta :
Gaya Media Pratama, 2005.
Ad-Damsyiqi, Al-Hanafi, Ibnu Hamzah
Al-Husaini, Asbab al-Wurud, Jakarta :
Kalam Mulia, 2003.
Anwar, Qomari, Pendidikan Sebagai Karakter Budaya Bangsa, Jakarta : Uhamka Press,
2003.
Chalil, Moenawir, Kelengkapan Tarkikh Nabi Muhammad SAW,
(terj.), Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1994.
Gulen, M. Fethullah, Versi Teladan
: Kehidupan Rasulullah Muhammad SAW. (Terj.), Jakarta : PT. Rosda Karya, 2002.
H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisiplin, Jakarta : Bumi Aksara, cet. 1, 1991.
Imam
Barnadib. Filsafat Pendidikan, Sistem dan
Metode. Yogyakarta, 1990.
Nashih Ulwan, Abdullah, Tarbiyatul
Aulad fil-Islam, terj. Drs. Jamaludin Miri LC, “Pendidikan anak dalam Islam”, Jakarta: Pustaka Amani, Jilid I dan
II , Cetakan ketiga, 2002.
Quthb, Muhammad, t.t, Terj. Salman
Harun “Sistem Pendidikan Islam”, Bandung, Ma-arif, 1993.
Zarman, Wendi. Ternyata Mendidik
Anak Cara Rasulullah itu Mudah & Lebih Efektif. Bandung: Ruang Kata. 2011.
[1] Imam Barnadib. Filsafat Pendidikan, Sistem dan Metode. Yogyakarta
: Yayasan Penerbitan IKIP Yogyakarta , cet. 6. 1990. hal. 85.
[3] H. M. Arifin. Ilmu Pendidkan Islam: Suatu Tinjauan
Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisiplin. Jakarta : Bumi
Aksara, cet. 1. 1991. hal. 61.
[5] H. M. Arifin. Ilmu Pendidkan Islam: Suatu Tinjauan
Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisiplin. Jakarta : Bumi
Aksara, cet. 1. 1991. hal. 64
[6] Nashih
Ulwan, Abdullah. Tarbiyatul Aulad fil-Islam, terj. Drs. Jamaludin Miri
LC, “Pendidikan anak dalam Islam”. Jakarta:
Pustaka Amani, Jilid I dan II , Cetakan ketiga. 2002.
[7] Imam Barnadib. Filsafat Pendidikan, Sistem dan Metode.
Yogyakarta : Yayasan Penerbitan IKIP Yogyakarta , cet. 6. 1990. hal: 85.
[10] H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisiplin, Jakarta : Bumi Aksara, cet. 1, 1991, hal. 75.
[11] Nashih Ulwan, Abdullah, Tarbiyatul
Aulad fil-Islam, terj. Drs. Jamaludin Miri LC, “Pendidikan anak dalam
Islam”, Jakarta: Pustaka Amani, Jilid I dan II , Cetakan ketiga, 2002.
[12] Chalil,
Moenawir, Kelengkapan Tarkikh Nabi
Muhammad SAW, (terj.), Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1994.
[13] Nashih Ulwan, Abdullah, Tarbiyatul
Aulad fil-Islam, terj. Drs. Jamaludin Miri LC, “Pendidikan anak dalam
Islam”, Jakarta: Pustaka Amani, Jilid I dan II , Cetakan ketiga, 2002.
[14] Gulen, M.
Fethullah. Versi Teladan : Kehidupan
Rasulullah Muhammad SAW. (Terj.). Jakarta : PT. Rosda Karya. 2002.
[16] Muhammad Quthb.
t.t. Terj. Salman Harun “Sistem
Pendidikan Islam”. Bandung : Ma-arif. 1993. hal.334.
[17] Zarman, Wendi. Ternyata Mendidik Anak
Cara Rasulullah itu Mudah & Lebih Efektif. Bandung: Ruang Kata. 2011. hal.
168.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar