Sumber: http://cae-indonesia.com/prinsip-prinsip-penerapan-terapi-bermain-bagi-anak-autis/
Terdapat beberapa hal prinsip yang harus dipahami terapis
sebelum menerapkan terapi bermain bagi anak-anak autistik, yaitu:
1. Terapis harus belajar “bahasa” yang diekspresikan kliennya agar dapat lebih membantu. Karena itu metode yang disarankan adalah terapi yang berpusat pada klien.
2. Harus disadari bahwa terapi pada populasi ini prosesnya lama dan sangat sulit sehingga membutuhkan kesabaran yang sangat tinggi. Apa yang kita latihkan bagi anak normal dalam waktu beberapa jam mungkin akan memakan waktu bertahun-tahun pada anak autistik. Kondisi ini kadang membuat terapis bosan dan putus asa.
1. Terapis harus belajar “bahasa” yang diekspresikan kliennya agar dapat lebih membantu. Karena itu metode yang disarankan adalah terapi yang berpusat pada klien.
2. Harus disadari bahwa terapi pada populasi ini prosesnya lama dan sangat sulit sehingga membutuhkan kesabaran yang sangat tinggi. Apa yang kita latihkan bagi anak normal dalam waktu beberapa jam mungkin akan memakan waktu bertahun-tahun pada anak autistik. Kondisi ini kadang membuat terapis bosan dan putus asa.
3. Terapis harus menghindari memandang isolasi diri anak sebagai penolakan diri dan tidak memaksa anak untuk menjalin hubungan sampai anak betul-betul siap.
4. Terapis juga harus betul-betul sadar bahwa meskipun anak autistik dapat mengalami kemajuan dalam terapi yang diberikan, ketrampilan sosial dan bermain mereka mungkin tidak akan bisa betul-betul normal. Jika tujuan umum terapi adalah untuk membantu anak dapat memaksimalkan potensi mereka dan memberi mereka kesempatan untuk berfungsi lebih baik dalam hidup mereka, maka keberhasilan sekecil apapun harus dianggap sebagai kemenangan dan harus disyukuri sepenuh hati.
Berdasarkan luasnya batasan terapi bermain maka penerapannya
bagi penyandang autisme memerlukan batasan-batasan yang lebih spesifik,
disesuaikan dengan karakteristik penyandang autisme sendiri. Pada anak
penyandang autisme, terapi bermain dapat dilakukan untuk membantu mengembangkan
ketrampilan sosial, menumbuhkan kesadaran akan keberadaan orang lain dan
lingkungan sosialnya, mengembangkan ketrampilan bicara, mengurangi perilaku
stereotip, dan mengendalikan agresivitas.
Berbeda dengan anak-anak non autistik yang secara mudah
dapat mempelajari dunia sekitarnya dan meniru apa yang dilihatnya, maka
anak-anak autistik memiliki hambatan dalam meniru dan ketrampilan bermainnya
kurang variatif. Hal ini menjadikan penerapan terapi bermain bagi anak autisme
perlu sedikit berbeda dengan pada kasus yang lain, misalnya:
1. Tujuan dan target setiap sesi terapi bermain harus spesifik berdasarkan kondisi dan ketrampilan anak, dilakukan dengan bertahap dan terstruktur . Misalnya pada penyandang autisme yang belum terbentuk kontak mata, maka mungkin tujuan terapi bermain dapat diarahkan untuk membentuk kontak mata. Permainan yang dapat dipilih misalnya ci luk ba, lempar tangkap dengan bantuan, ‘lihat ini’, dan lain-lain.
1. Tujuan dan target setiap sesi terapi bermain harus spesifik berdasarkan kondisi dan ketrampilan anak, dilakukan dengan bertahap dan terstruktur . Misalnya pada penyandang autisme yang belum terbentuk kontak mata, maka mungkin tujuan terapi bermain dapat diarahkan untuk membentuk kontak mata. Permainan yang dapat dipilih misalnya ci luk ba, lempar tangkap dengan bantuan, ‘lihat ini’, dan lain-lain.
2. Jika secara umum terapi bermain memberikan kebebasan
kepada anak untuk berekspresi dan eksplorasi, maka pada anak autisme hal ini
akan memerlukan usaha yang lebih keras dari terapis terutama jika anak belum
memiliki kesadaran akan dirinya dan dunia sekitarnya sehingga inisiatif belum
muncul. Pada kasus seperti ini maka terapis perlu lebih aktif menarik anak
untuk masuk dalam forum bermain dengan secara aktif menunjukkan contoh dan
menarik anak terlibat. Misalnya dengan menunjuk masing-masing alat bermain yang
ada sambil menyebutkan namanya, memberi contoh bagaimana alat bermain itu
digunakan, terapis bermain pura-pura dengan tetap berusaha menarik anak
terlibat.
3. Jika kesadaran diri dan dunia sekitarnya sudah muncul ,
maka anak dapat diberikan target yang lebih tinggi misalnya melatih ketrampilan
verbal (berbicara) dan ketrampilan sosial. Pada tahap ini maka pelibatan anak
dalam forum yang lebih besar, dengan melibatkan anak-anak sebaya lain mungkin
lebih membantu. Misalnya anak diajak bernyanyi bersama, dibacakan cerita
bersama anak-anak lain, diajak berbicara, dan permainan lainnya.
4. Terapi bermain bagi penyandang autisme dapat ditujukan
untuk meminimalkan/menghilangkan perilaku agresif, perilaku menyakiti diri
sendiri, dan menghilangkan perilaku stereotip yang tidak bermanfaat. Hal ini
dapat dilakukan dengan melatihkan gerakan-gerakan tertentu kepada anak,
misalnya tepuk tangan, merentangkan tangan, menyusun balok, bermain palu dan
pasak, dan alat bermain yang lain. Dengan mengenalkan gerakan yang lain dan
berbagai alat bermain yang dapat digunakan maka diharapkan dapat digunakan
untuk mengalihkan agresivitas yang muncul, juga jika anak sering menyakiti diri
sendiri. Mengenalkan anak pada permainan konstruktif seperti menyusun balok
juga akan memberi kegiatan lain sehingga diharapkan perilaku stereotip yang
tidak bermanfaat dapat diminimalkan.
Demikian beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam
terapi bermain bagi penyandang autisme. Namun, disamping beberapa hal tersebut
terdapat beberapa hal prinsip yang juga harus diperhatikan, yaitu:
1. Terapi bagi anak penyandang autisme tidak dapat dilakukan hanya dengan terapi tunggal. Mengingat bahwa spektrum hambatan yang dialami anak autism sangat luas dan kompleks, maka terapi bermain sebaiknya dilakukan bersama-sama dengan terapi yang lain, misalnya terapi wicara, terapi medis, dan lain-lain. Rencana program terapi yang dijalankan pun harus disusun dengan terpadu dan terstruktur dengan baik, begitu juga proses evaluasinya.
1. Terapi bagi anak penyandang autisme tidak dapat dilakukan hanya dengan terapi tunggal. Mengingat bahwa spektrum hambatan yang dialami anak autism sangat luas dan kompleks, maka terapi bermain sebaiknya dilakukan bersama-sama dengan terapi yang lain, misalnya terapi wicara, terapi medis, dan lain-lain. Rencana program terapi yang dijalankan pun harus disusun dengan terpadu dan terstruktur dengan baik, begitu juga proses evaluasinya.
2. Terapi bermain ini harus dilakukan oleh tenaga terapis
yang sudah terlatih dan betul-betul mencintai dunia anak dan pekerjaannya. Hal
ini terlebih pada penyandang autisme karena menangani anak autisme memerlukan
kesabaran dan keteguhan hati yang tinggi. Jika pada anak non autistik target
perubahan perilaku yang dibuat mungkin dapat dicapai dengan cepat dan lebih
mudah, maka bagi penyandang autisme belajar perilaku baru memerlukan usaha dan
perjuangan yang sangat keras dan belum tentu berhasil memuaskan.
3. Keberhasilan program terapi bermain sangat ditentukan
oleh bagus tidaknya kerja sama terapis dengan orang tua dan orang-orang lain
yang terlibat dalam pengasuhan anak sehari-hari. Hal ini berkaitan dengan
proses transfer ketrampilan yang sudah diperoleh selama terapi yang harus terus
dipelihara dan ditingkatkan dalam kehidupan di luar program terapi.
Demikianlah beberapa hal yang penting diketahui tentang
penerapan terapi bermain bagi anak penyandang autisme dan harus dicatat bahwa
terapi bermain adalah salah satu alternatif saja diantara sekian banyak program
terapi yang sudah dikembangkan bagi anak autisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar