A.
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah sebuah proses memberikan lingkungan agar
peserta didik dapat berinteraksi dengan lingkungan untuk mengembangkan
kemampuan yang ada pada dirinya. Kemampuan tersebut dapat berupa kemampuan
kognitif yakni mengasah pengetahuan, kemampuan afektif mengasah kepekaan
perasaan, dan kemampuan psikomotorik yakni keterampilan melakukan sesuatu.
Akan tetapi kenyataan yang terjadi kini, kemampuan seseorang
di luar sekolah sangat kompleks. Kemampuan-kemampuan tersebut disamping
kemampuan yang ada pada dirinya secara internal juga kemampuan yang ada di luar
dirinya secara eksternal. Sebagai contoh kemampuan seorang individu untuk
melakukan kerjasama dengan orang lain berpartisipasi dalam satu kelompok kini
menjadi bagian penting bila individu ingin sukses meraih apa yang ia inginkan.
Ini artinya bahwa kemampuan-kemampuan yang dibatasi selama ini sudah saatnya
dirubah dan dikembangkan sesuai dengan tuntutan dunia luar sekolah.
Pada awalnya kita memahami kecerdasan itu dari IQ (Intellectual
Quotient). Kita menganggap seseorang itu cerdas jika mempunyai IQ tinggi,
dan begitu sebaliknya jika seorang itu bodoh berarti mempunyai IQ yang rendah.
Kemudian muncul teori Multiple Intelligences (kecerdasan majemuk) dari
Gardner, yang kemudian memicu terhadap berkembangnya kesadaran akan adanya
kecerdasan-kecerdasan baru selain kecerdasan intelektual. Berbagai teori
kecerdasan pun akhirnya bermunculan, seperti EQ (Emotional Intelligences)
yang dikembangkan oleh Daniel Goleman, CQ (Creative Quotient), SQ (Spiritual
Intelligences) oleh Danah Zohar dan Ian Marshall. Multiple Intelligences
sebagaimana yang dicetuskan oleh Gardner, memberikan gambaran bahwa
kecerdasan manusia itu lebih kompleks dari sekedar kecerdasan intelektual.
Setiap manusia bahkan memiliki berbagai jenis kecerdasan dengan tingkatan
kecenderungan yang bervariasi. Berdasar dari konsep ini maka pada hakekatnya
setiap orang adalah cerdas.
Dalam hal mengakomodir berbagai kemampuan pada seorang
peserta didik, kemampuan majemuk atau multiple
intelligences adalah satu bagian penting yang harus diperkenalkan. Artinya
peserta didik sejak dini sudah harus diberi wawasan, kegiatan, orientasi yang
merupakan bentuk lingkungan agar mereka dapat mengembangkan diri sesuai dengan
nilai-nilai yang ada di luar sekolah. Ini maksudnya adalah memperkenalkan mutiple intelligences dalam kegiatan
pembelajaran harus dilakukan, dan tentunya memerlukan satu pembahasan yang
baik. Pembahasan dimaksudkan untuk
memberikan satu penjelasan, dimana multiple
intelligences adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan
pembelajaran formal maupun informal yang secara keseluruhan adalah bagian dari
tanggungjawab orang tua dan guru sebagai pendidik. Makalah ini akan menyajikan perkembangan
anak usia pra-sekolah, pengertian intelligence,
pengertian teori multiple intelligences,
jenis-jenis dari multiple intelligences
dan implikasinya dalam pendidikan.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana
Perkembangan Anak Usia Pra-Sekolah?
2. Apa
Yang Dimaksud Dengan Intelligence ?
3. Bagaimana
Teori Multiple Intelligences ?
4. Apa
Saja Jenis-Jenis Multiple Intelligences
?
5. Bagaimana
Implikasi Teori Multiple Intelligences
Pada Pendidikan Anak ?
C.
PEMBAHASAN
1.
Perkembangan
Anak Usia Pra-Sekolah
Sebelum membicarakan
bagaimana teori multiple intelligences
pada perkembangan anak, perlu diketahui lebih dahulu kemampuan-kemampuan apa
saja yang berkembang dalam diri anak. Dalam makalah ini akan membicarakan
perkembangan kemampuan anak usia pra- sekolah (Pendidikan Anak Usia Dini dan
Taman Kanak-kanak), karena pada usia ini diharapkan semua aspek kemampuan sudah
berkembang seluruhnya dan siap untuk diasah.
Usia pra-sekolah
adalah masa yang penting bagi anak-anak karena merupakan suatu masa
perkembangan transisi yang dialami oleh sebagian besar anak. Menurut Helen Bee
dalam bukunya yang berjudul The
Developing Child, bukan sebuah kebetulan bahwa program pendidikan yang
diterapkan di sebagian besar negara-negara di dunia adalah bahwa pendidikan
formal anak dimulai pada usia antara 5-7 tahun. Pendidikan yang dimulai pada
usia 5-7 tahun ini sejalan dengan perkembangan kecerdasan kognisi anak yang
sudah siap menerima dan menjalani pendidikan dalam situasi yang formal. Helen
Bee mengungkapkan bahwa meskipun sekolah bukan merupakan syarat mutlak bagi
anak untuk memasuki masa perkembangan transisi ini, akan tetapi bersekolah
dapat merangsang proses perkembangan anak dalam melewati masa ini.[1]
Pada masa ini
perkembangan intelektual utama yang dialami anak adalah bahwa mereka sudah
mulai mengenal prinsip matematika sederhana, seperti penjumlahan. Kemampuannya
menggunakan bahasa juga sudah lebih meningkat. Pada saat mulai bersekolah, anak
akan menghadapi perubahan yang besar di mana waktunya bersama keluarga menjadi
berkurang. Hal ini harus didukung dengan kondisi emosinya. Anak usia dini umumnya
sudah mengalami perkembangan emosi yang nyata, di mana mereka mampu berpisah
dari orangtuanya untuk beberapa waktu dalam sehari. Anak mulai dapat bertemu
dan bersosialisasi dengan orang-orang baru. Mengingat bahwa anak usia pra-sekolah
sedang dalam masa transisi, sebagai orangtua hendaknya memperhatikan
perkembangan anak yang tidak seimbang. Misalnya, perhatian orangtua terlalu
dipusatkan pada perkembangan kognisi saja. Dengan demikian, orangtua hendaknya
tidak terlalu memfokuskan perhatian pada satu aspek perkembangan yang dialami
anak. Akan lebih baik untuk mempertahankan keseimbangan berbagai unsur
perkembangan anak. Berikut ini adalah aspek-aspek perkembangan anak yang
kesemuanya harus diperhatikan :[2]
a. Perkembangan
Fisik
Pertumbuhan
fisik perlu diamati dari waktu ke waktu karena perkembangan yang dialami anak
akan mempengaruhi ketrampilannya dalam bergerak dan bermain. Dapat dikatakan
bahwa pertumbuhan fisik anak akan mempengaruhi cara pandangnya terhadap diri
sendiri. Hal ini karena anak memiliki kecenderungan untuk membandingakan apa
yang terlihat pada dirinya sendiri dengan anak lain yang sebaya.
b. Perkembangan
Keterampilan Motorik
Menurut
Elizabeth B.Hurlock, perkembangan keterampilan motorik pada anak ditandai dengan
meningkatnya kecepatan, kestabilan, akurasi, kekuatan dan efisiensi pada saat
anak melakukan salah satu gerakan keterampilan motorik tertentu.[3]
Beberapa perkembangan keterampilan motorik juga digunakan untuk mengukur
kecerdasan kognisi anak seperti yang digunakan dalam skala inteligensi
Stanford-Binet. Perkembangan keterampilan motorik yang terlambat dapat
mempengaruhi pembentukan kepribadian anak karena anak menyadari
keterlambatannya dan merasa tidak percaya diri sehingga konsep dirinya menjadi
tidak baik.[4]
c. Perkembangan
Komunikasi dan kemampuan Bicara
Kecepatan dalam
menguasai kemampuan berbicara dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan kognisi anak.
Anak yang cerdas mampu memahami bahasa sekaligus menggunakannya untuk bicara
dalam waktu lebih cepat daripada anak yang kurang cerdas. Penguasaan bahasa
sebagai alat komunikasi adalah salah satu pencapaian yang besar dalam proses
perkembangan anak. Komunikasi dalam hal ini adalah proses dua arah yang
menuntut kemampuan anak dalam berbicara sekaligus mengerti pembicaraan orang
lain.
d. Perkembangan
Emosi
Pendidikan emosi
anak dimulai dari lingkungan keluarga. Daniel Goleman dalam bukunya yang
berjudul Kecerdasan Emosional, menuliskan bahwa salah satu usaha untuk menjadi
orangtua yang terampil dalam memberikan pendidikan emosi kepada anaknya adalah
dengan memberi tanggapan secara serius terhadap perasaan anak, kemudian
berupaya untuk memahami hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya perasaan
tersebut. [5]
Hasil pendidikan emosi dari keluarga adalah pertumbuhan anak yang bebas dari
stres dan tekanan batin dan mampu menenangkan dirinya saat menghadapi berbagai
macam emosi dari dalam diri. Manfaat lain dari pendidikan emosi dari keluarga
adalah pada perkembangan kecerdasan kognisi anak.
e. Perkembangan
Sosial
Pengalam sosial
awal anak di dalam rumah dimulai dari hubungan anak tersebut dengan setiap
anggota dalam keluarga. Saat hendak masuk TK sewajarnya anak sudah memiliki
pengalaman sosial awal dari luar rumah yang menyenangkan. Sebagian besar
penelitian yang berkaitan dengan hubungan sosial manusia menunjukkan bahwa
pengalaman sosial awal yang dimulai pada masa kanak-kanak akan menetap pada
diri seseorang dan mempengaruhi kehidupan orang tersebut.
f.
Perkembangan
Kreativitas
Menurut sudut
pandang psikologi, kreativitas dianggap sebagai kemampuan seseorang untuk
menciptakan, atau memiliki gagasan baru yang sebelumnya tidak pernah
dipikirkan. Seperti halnya kecerdasan, semua anak pasti memiliki kreativitas.
Kecerdasan dan kreativitas pada dasarnya dapat berjalan seiring. Kreativitas mempengaruhi
perkembangan pribadi anak serta penyesuaian mereka dengan lingkungan sosial.
Perkembangan kreativitas yang terlambat akan mengganggu proses pembentukan
kepribadian anak. Selain itu, anak akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan
diri dengan lingkungan. Perkembangan kreativitas seseorang berlangsung secara
bertahap dan melalui proses yang panjang.[6]
g. Perkembangan
Kognisi
Anak usia pra-sekolah,
yaitu usia dini sedang berada dalam masa transisi tidak terkecuali perkembangan
kognisinya. Menurut Benjamin Bloom, tidak semua anak akan berhasil melalui
semua tahapan belajar ini. Hal ini karena, banyak faktor yang akan mempengaruhi
proses belajar anak dan salah satunya yang utama adalah tingkat pendidikan.[7]
h. Perkembangan
Moral
Nilai moral
ditentukan oleh kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang dalam suatu kelompok
sosial tertentu. Mempelajari perilaku moral merupakan sebuah proses panjang
yang dimulai sejak masa kanak-kanak sampai menjelang dewasa nanti. Anak
mengalami perkembangan moral dengan mempelajari norma-norma yang berlaku dalam
masyarakat dimana anak dibesarkan. Banyak ahli berpendapat bahwa tingkat
perkembangan moral anak memiliki tahapan yang berkaitan dengan perkembangan
kecerdasan baik kognisi maupun emosi.
i.
Perkembangan
Kepribadian
Kepribadian
adalah karakteristik yang dimiliki oleh seseorang dan mempengaruhi orang
tersebut dalam berfikir, berrsikap dan bertingkah-laku. Anak-anak yang memiliki
kepribadian baik cenderung akan lebih mudah melakukan penyesuaian sosial
daripada anak yang kurang baik kepribadiannya.
j.
Perkembangan Bermain
Memasuki usia pra-sekolah,
anak sudah mulai meninggalkan permainan yang menggunakan barang-barang
mainannya. Hal ini karena permainan dengan benda-benda mainan sifatnya sangat
individu atau dilakukan sendiri, sedangkan mulai masuk TK anak lebih suka
bermain bersama teman-temannya.
2.
Pengertian
Intelligence
Ada banyak
definisi inteligensi, meskipun para ahli merasa sulit mendefinisikannya.
Inteligensi dapat dilihat dari berbagai pendekatan, yakni pendekatan teori
belajar, pendekatan teori neurobiologis, pendekatan teori psikometri, dan
pendekatan teori perkembangan. Gagasan modern tentang inteligensi pertama kali
dikemukakan oleh Francis Galton pada tahun 1869 yang sukses meneliti hubungan
keluarga istimewa. Dimana dari 400 orang istimewa dari berbagai golongan dan
jabatan baik terkait dengan bidang kesusastraan, Penyair, Hakim, Wasit
melahirkan keturunan atau anak-anak yang istimewa juga. Di sini dapat
disimpulkan bahwa kecerdasan itu terkait dengan gen (keturunan).[8]
Menurut
pendekatan psikometris, inteligensi dipandang sebagai sifat psikologis yang
berbeda pada setiap individu. Inteligensi dapat diperkirakan dan klasifikasi
berdasarkan tes inteligensi. Tokoh pengukuran inteligensi Alferd Binet
mengatakan bahwa inteligensi adalah kemampuan yang terdiri dari tiga komponen,
yakni :[9]
1. Kemampuan
untuk mengarahkan pikiran atau tindakan
2. Kemampuan
untuk mengubah arah pikiran atau tindakan
3.
Kemampuan untuk
mengkritisi pikiran dan tindakan diri sendiri atau autocritism
Menurutnya, inteligensi merupakan
sesuatu yang fungsional sehingga tingkat perkembangan individu dapat diamati
dan dinilai berdasarkan kriteria tertentu. Apakah seorang anak cukup dan
kemampuan anak melakukan tindakan dan kemampuan mengubah arah tindakan apabila
diperlukan.
Edward
Lee Thorndike, seorang ahli psikologi pendidikan, mengklasifikasi inteligensi
ke dalam tiga bentuk kemampuan, yakni :[10]
1. Kemampuan
abstraksi, yakni kemampuan untuk “beraktivitas” dengan menggunakan gagasan dan
simbol-simbol secara efektif
2. Kemampuan
mekanik, yakni kemampuan untuk “beraktivitas” dengan menggunakan alat-alat
mekanis dan kemampuan untuk kegiatan yang memerlukan aktivitas indra-gerak
3. Kemampuan
sosial, yakni kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru
dengan cara-cara yang tepat cepat dan efektif
Menurut Thorndike, ketiga kemampuan
tersebut, dapat saling berkolerasi, namun mungkin pula tidak. Dengan demikian
ada seseorang yang memiliki daya abstraksi bagus, tetapi lemah dalam
bersosialisasi, tetapi ada pula orang yang bagus dalam melakukan abstraksi,
mekanik, dan sosial sekaligus.
Inteligensi
menurut Piaget lain lagi. Pandangan ahli perkembangan ini melihat inteligensi
secara kualitatif, berdasarkan aspek isi, struktur, dan fungsinya. Untuk
menjelaskan ketiga aspek tersebut, Piaget mengaitkan inteligensi dengan
periodisasi perkembangan biologis, meliputi sensorimotorik, operasional,
konkret operasional, dan abstrak operasional. Pembagian ini dimaksudkan juga
sebagi periode perkembangan kognitif. Di dalam perkembangan tersebut terkandung
konsep inteligensi anak.[11]
Di
literatur lain definisi inteligensi dikemukakan oleh Wechsler dalam Adler
(2001) merumuskan inteligen merupakan kecakapan bertindak secara sengaja,
berpikir secara rasional, dan berhubungan secara efektif dengan lingkungan.
Menurut Herbert inteligensi adalah kualitas bawaan sejak lahir, sebagai hal
yang berbeda dari kemampuan yang diperoleh melalui belajar. Sedangkan menurut
C. Burn inteligensi adalah kemampuan kognitif umum bawaan.[12]
Dalam
kaitannya dengan inteligensi Howard Gardner berpendapat, pandangan dan rumusan
tersebut adalah pandangan tradisional, di mana inteligensi ditetapkan secara
operasional sebagai kemampuan untuk menjawab berbagai tes inteligensi. Garner
menjelaskan tentang definisi inteligensi ini sebagai kemampuan untuk
menyelesaikan masalah, atau menciptakan suatu produk yang berharga dalam satu
atau beberapa lingkungan budaya dan masyarakat. Nampaknya, berbagai pandangan
yang hanya melihat inteligensi manusia dalam ruang lingkup yang terbatas inilah
yang memicu Garner melakukan penelitian dengan melibatkan para ahli dari
berbagai disiplin ilmu yang pada akhirnya melahirkan teori multiple intelligences yang kemudian dipublikasikan dalam frame of mind (1983), dan Intelligence Reframed (1999).[13]
Dengan demikian, inteligensi dapat
diartikan sebagai kemampuan dan kapasitas seseorang untuk dapat menerima
informasi yang diperoleh dari lingkungan sekitarnya, menyimpan informasi
tersebut di dalam ingatan dan kemudian menjadikan pengetahuan yang sudah
didapat itu menjadi dasar dalam tindakan
sehari-harinya.
3. Teori Multiple Intelligences
Howard
Garner berpendapat bahwa tidak ada manusia yang tidak cerdas. Garner juga
menentang anggapan “cerdas” dari sisi IQ (intellectual
quotion), yang menurutnya hanya mengacu pada tiga jenis inteligensi, yakni logiko-matematik,
linguitik, dan spasial. Howard Garner, kemudian memunculkan istilah multiple intelligences. Istilah ini
kemudian dikembangkan menjadi teori melalui penelitian yang rumit, melibatkan
banyak ahli. Inteligensi, menurut paradigma multiple
intelligences dapat didefinisikan sebagai kemampuan yang mempunyai tiga
komponen utama, yakni :[14]
1. Kemampuan
untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan nyata sehari-hari.
2. Kemampuan
untuk menghasilkan persoalan-persoalan baru yang dihadapi untuk diselesaikan.
3. Kemampuan
untuk menciptakan sesuatu atau menawarkan jasa yang akan menimbulkan
penghargaan dalam budaya seseorang.
Semua kemampuan tersebut dimiliki
oleh semua manusia, meskipun manusia memiliki cara yang berbeda untuk
menunjukkannya.
Teori
multiple intelligences adalah
validasi tertinggi gagasan bahwa perbedaan individu adalah penting. Teori multiple intelligences bukan hanya
mengakui perbedaan individual ini untuk tujuan-tujuan praktis, seperti
pengajaran dan penilaian, tetapi juga menganggap serta menerimanya sebagai
sesuatu yang normal, wajar, bahkan menarik dan sangat berharga.[15]
Titik tekan teori multiple intelligences
adalah pada kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan untuk menciptakan suatu
produk atau karya.
Menurut
Howard Garner, multiple intelligences
memiliki karakteristik konsep yang berbeda dengan karakteristik konsep
inteligensi terdahulu. Karakteristik yang dimaksud adalah sebagai berikut :[16]
1. Semua
inteligensi itu berbeda-beda, tetapi semuanya sederajat
2. Semua
inteligensi dimiliki manusia dalam kadar yang tidak persis sama
3. Terdapat
banyak indikator inteligensi dalam tiap-tiap inteligensi
4. Semua
inteligensi yang berbeda-beda tersebut akan saling bekerja sama untuk
mewujudkan aktivitas yang diperbuat manusia
5. Semua
jenis inteligensi tersebut ditemukan di seluruh atau semua lintas kebudayaan di
seluruh dunia dan kelompok usia
6. Tahap-tahap
alami dari setiap inteligensi dimulai dengan kemampuan membuat pola dasar
7. Saat
seseorang dewasa, inteligensi diekspresikan melalui rentang pengejaran profesi
dan hobi
8. Ada
kemungkinan seorang anak berbeda pada kondisi “beresiko” sehingga apabila
mereka tidak memperoleh bantuan khusus, mereka akan mengalami kegagalan dalam
tugas-tugas tertentu yang melibatkan inteligensi tersebut
Multiple Intelligences
adalah berbagai ketrampilan dan bakat yang dimiliki siswa untuk menyelesaikan
berbagai persoalan dalam pembelajaran. Temuan inteligensi menurut paradigma multiple intelligences, telah mengalami
perkembangan sejak pertama kali ditemukan. Howard Gardner pada awalnya
menemukan tujuh kecerdasan. Setelah itu, berdasarkan kriteria tujuh kecerdasan,
Gardner menemukan kecerdasan yang ke-8. Delapan jenis multiple intelligences tersebut, yakni :[17]
1. Kecerdasan
verbal-linguistik
2. Kecerdasan
logis-matematis
3. Kecerdasan
visual-spasial
4. Kecerdasan
berirama-musik
5. Kecerdasan
jasmaniah-kinestetik
6. Kecerdasan
interpersonal
7. Kecerdasan
intrapersonal
8. Kecerdasan
naturalistik
Selanjutnya, Walter
Mckenzie dalam bukunya Multiple
Intelligences and Instructional Technology, dalam buku ini telah terdapat
satu lagi kecerdasan eksistensial sebagai salah satu bagian dari multiple
intelligences. Mike Fleetham juga dalam bukunya Multiple Intelligences in Practice: enchancing self-esteem and learning
in the classroom merumuskan berbagai instrument, aktivitas pembelajaran,
dan profesi yang mungkin dapat dicapai bagi mereka yang memiliki kecerdasan
eksistensial yang tinggi.[18]
Pada akhirnya Howard Garner memunculkan adanya kecerdasan yang ke-9, yaitu
kecerdasan eksistensial-spiritual.
Multiple intelligences anak
didefinisikan melalui observasi terhadap perilaku, tindakan, kecenderungan
bertindak, kepekaan anak terhadap sesuatu, kemampuan yang menonjol, reaksi
spontan, sikap dan kesenangan.
Namun
demikian, sampai saat ini upaya mengembangkan pengukuran yang dipublikasikan
berdasarkan teori multiple intelligences
Garner tersebut masih sangat terbatas. Adapun kelompok Havard’s Project Zero, termasuk Gardner sebagai anggotanya, telah
mengembangkan beberapa bentuk assessmen yang dilandasi oleh 4 landasan utama,
yaitu:[19]
a. Assessmen
memiliki keterkaitan dengan masing-masing jenis inteligensi yang akan diukur.
b. Assessmen
hendaknya memberi peluang untuk memperoleh berbagai bentuk gambaran manifestasi
inteligensi agar lebih dapat dimengerti oleh banyak orang.
c. Assessmen
hendaknya mampu mendeteksi proses perkembangan masing-masing inteligensi.
d. Assessmen
perlu disertai dengan refleksi dan assessmen pribadi (self-assessment) untuk dapat memberikan kesempatan belajar bagi
individu yang bersangkutan.
Project Spectrum
yang merupakan kolaborasi Harvard’s
Project Zero dan Feldman’s Group at
Tufts University saat ini telah mengembangkan program assessmen untuk
anak-anak terutama dengan metode ‘checlist’.[20]
Melalui metode ini seorang guru dapat mengenali sejumlah kemampuan spesifik
para murid dan memperoleh gambaran tentang keunggulan mereka dibandingkan
dengan murid lainnya. Sebagai contoh, observasi terhadap gerakan (kecerdasan
kinestetik) terbagi lagi misalnya atas kinestetik untuk olahraga dan kinestetik
untuk kreatif. Kinestetik untuk olahraga mencakup kekuatan, kelenturan,
kecepatan, keseimbangan, dan lain-lain. Sedangkan kinestetik kreatif mencakup
kepekaan terhadap irama, kemampuan berekspresi gerak, dan kemampuan
mengembangkan kreativitas gerak.
Multiple Intelligences yang mencakup sembilan kecerdasan itu pada dasarnya berisi
tentang kecerdasan otak (IQ), kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan spiritual
(SQ). Semua jenis kecerdasan perlu dirangsang pada diri anak sejak usia dini,
mulai dari saat lahir hingga awal memasuki sekolah dan disesuaikan dengan
tahap-tahap perkembangannya.
4.
Jenis-Jenis
Multiple Intelligences
a.
Kecerdasan
Verbal-Linguistik
Kecerdasan
verbal-linguistik adalah kemampuan untuk menggunakan bahasa-bahasa termasuk
bahasa ibu dan bahasa asing untuk mengekspresikan apa yang ada di dalam pikiran
dan memahami orang lain (Baum, Viens, dan Slatin, 2005).[21]
Kecerdasan linguistik disebut juga kecerdasan verbal karena mencakup kemampuan
untuk mengekspresikan diri secara lisan dan tertulis, serta kemampuan untuk
menguasai bahasa asing.
Secara
sederhana, anak yang mempunyai kecerdasan linguistik tinggi mempunyai
cirri-ciri sebagai berikut:[22]
Tabel Ciri- Ciri Anak
Usia Dini yang Mempunyai Kecerdasan Linguistik Tinggi
No
|
Usia
Anak
|
Ciri-Ciri
|
1
|
Lahir-
1 tahun
|
a. Merespon
jika namanya dipanggil
b. Berceloteh
atau mengucapkan sepatah dua patah kata
|
2
|
1-2
tahun
|
a. Mengenal
suara orang-orang terdekatnya
b. Mampu
menyebutkan nama benda
c. Mengerti
perintah sederhana
|
3
|
2-3
tahun
|
a. Mampu
mengenal suara benda, binatang, atau orang lain
b. Mampu
menyatakan dalam kalimat pendek
c. Mampu
mengajukan pertanyaan sederhana
d. Tertarik
gambar warna pada buku
|
4
|
3-4
tahun
|
a. Mampu
mengenali dan hamper bisa menirukan berbagai suara
b. Tertarik
untuk dibacakan buku cerita
c. Mampu
mengenali nama benda dan fungsinya
|
5
|
4-5
tahun
|
a. Mampu
mengenal masing-masing bunyi huruf
b. Senang
belajar membaca
c. Mampu
diajak berdialog sederhana
|
6
|
5-6
tahun
|
a. Mampu
berbicara dengan lancer
b. Mampu
bertanya lebih banyak dan menjawab lebih kompleks
c. Mampu
mengenal bilangan dan berhitung sederhana
|
b.
Kecerdasan
Logis-Matematis
Kecerdasan
matematika adalah kemampuan untuk mengeksplorasi pola-pola, kategori-kategori
dan hubungan dengan memanipulasi objek atau simbol untuk melakukan percobaan
dengan cara yang terkontrol dan teratur (Kazer, 2001).[23]
Kecerdasan matematika disebut juga kecerdasan logis dan penalaran, karena
merupakan dasar dalam memecahkan masalah dengan memahami prinsip-prinsip yang
mendasari system kausal atau dapat memanipulasi bilangan, kuantutas dan
operasi.
Secara
sederhana, anak yang mempunyai kecerdasan matematis-logis mempunyai cirri-ciri
sebagai berikut: [24]
Tabel Ciri-Ciri Anak
yang Mampunyai Kecerdasan Matematis-Logis Tinggi
No
|
Usia
Anak
|
Ciri-Ciri
|
1
|
Lahir-1 tahun
|
a. Mengenal
benda
b. Mengenal
warna
|
2
|
1-2 tahun
|
a. Mengenal
bentu
b. Mengenal
rasa: manis, pahit, dan asam
c. Mengenal
bilangan 1 dan 2
|
3
|
2-3 tahun
|
a. Mampu
mengelompokkan benda yang berbentuk sama
b. Mampu
membedakan bentuk lingkaran dan bujur sangkar
c. Mampu
membedakan rasa dan warna
d. Mengenal
bilangan hingga hitungan 5
|
4
|
3-4 tahun
|
a. Mampu
membedakan bentuk dan ukuran (besar-kecil, panjang-pendek, sedikit-banyak,
dan lain-lain)
b. Mampu
mengurutkan angka satu sampai dengan sepuluh
c. Mampu
membeda-bedakan warna lebih banyak (merah-hijau, hitam-putih, dan lain-lain)
|
5
|
4-5 tahun
|
a. Menunjukkan
rasa ingin tahu mengenal cara kerja sesuatu
b. Suka
membongkar mainannya sendiri untuk sekadar dilihat apa yang ada di dalamnya dan
kemudian dirangkai lagi
c. Suka
mengurut-urutkan (membuat urutan) sesuatu, dari yang paling kecil, agak
besar, hingga yang paling besar, atau sebaliknya
|
6
|
5-6 tahun
|
a.
Mampu mengurutkan
bilangan 1 hingga (minimal) 50
b.
Senang dengan
permainan otak-atik bilangan
c.
Menyukai permaianan
dalam computer
d.
Dengan mudah
meletakkan benda sesuai dengan kelompoknya
|
c.
Kecerdasan
Visual-Spasial
Kecerdasan
visual-spasial merupakan kecerdasan yang dikaitkan dengan bakat seni, khususnya
seni lukis dan seni arsitektur. Kecerdasan visual-spasial atau kecerdasan
gambar atau kecerdasan pandang ruang didefinisikan sebagai kemampuan
mempresepsikan dunia. [25]
Komponen inti dari kecerdasan visual-spasial adalah kepekaan pada garis, warna,
bentuk, ruang, keseimbangan, bayangan harmoni, pola dan hubungan antarunsur
tersebut. Komponen inti dari kecerdasan visual-spasial benar-benar bertumpu
pada ketajaman melihat dan ketelitian pengamatan.[26]
Sebenarnya, kecerdasan ini erat kaitannya dengan kecerdasan linguistik dan
kecerdasan matematis-logis.
Secara
sederhana, anak yang mempunyai kecerdasan visual tinggi mempunyai cirri-ciri
sebagai berikut:[27]
Tabel Ciri-Ciri Anak
yang Mempunyai Kecerdasan Visual Tinggi
No
|
Usia
Anak
|
Ciri-Ciri
|
1
|
Lahir-1 tahun
|
a. Senang
melihat gambar warna-warni
b. Sering
asyik bermain sendiri
|
2
|
1-2 tahun
|
a. Menikmati
barang mainanya sendiri
b. Melihat
setiap barang mainan atau sembarang objek dalam waktu yang agak lama,
seolah-olah ia sangat memperhatikan apa yang dilihatnya
|
3
|
2-3 tahun
|
a. Mampu
menggambar, membuat sketsa, dan melukis
b. Mampu
membuat barang mainan yang disenangi dengan peralatan yang ada
c. Mampu
memahami permainan teka-teki
|
4
|
3-4 tahun
|
a. Mampu
membuat komposisi warna lukisannya sendiri
b. Mampu
melihat gambar atau lukisan dengan keajaman tertentu
c. Mampu
berimajinasi kreatif
|
5
|
4-5 tahun
|
a. Mampu
memahami peta, gambar, skema, dan lain sebagainya
b. Mampu
berfantasi dan berimajinasi lebih kreatif
c. Mampu
membayangkan atau menggambarkan benda-benda yang pernah dilihatnya
|
6
|
5-6 tahun
|
a. Mampu
menghitung dengan cara mengawang atau mencongkak
b. Mampu membuat benda seperti yang tergambar
dalam pikirannya
c. Mampu
mengarang cerita pendek
|
d.
Kecerdasan
Berirama-Musik
Kecerdasan
musik dalah kapasitas berpikir dalam musik untuk mampu mendengarkan pola-pola
dan mengenal, serta mungkin memanipulasinya. Kecerdasan musikal didefinisikan
sebagai kemampuan menangani bentuk musik yang meliputi (Snyder, 1997): [28]
1. Kemampuan
mempersepsi bentuk musikal seperti menangkap atau menikmati musik dan
bunyi-bunyi berpola nada.
2. Kemampuan
membedakan bentuk musik, seperti membedakan dan membandingkan ciri bunyi musik,
suara dan alat musik.
3. Kemampuan
mengubah bentuk musik, seperti mencipta dan memmversikan musik.
4. Kemampuan
mengekspresikan bentuk musik seperti bernyanyi, bersenandung dan bersiul-siul.
Hal ini berarti, kecerdasan musikal
meliputi kemampuan mempersepsikan dan memahami, mencipta dan menyanyikan
bentuk-bentuk musikal.
Secara
sederhana, anak yang mempunyai kecerdasan musikal yang baik mempunyai
cirri-ciri sebagai berikut: [29]
Tabel
Ciri-Ciri Anak yang Mempunyai Kecerdasan Musikal Tinggi
No
|
Usia Anak
|
Ciri-ciri
|
1
|
Lahir-1 tahun
|
a. Mendengarkan
musik
b. Mampu
bertepuk tangan
|
2
|
1-2 tahun
|
a. Mampu
mendengarkan musik dan mengikuti irama
b. Mampu
bertepuk tangan mengikuti irama
|
3
|
2-3 tahun
|
a. Senang
mendengarkan musik dan mengikuti irama
b. Mampu
bertepuk tangan secara bervariasi
c. Mampu
memukul-mukul benda membentuk irama
d. Senang
bernyanyi atau menari
|
4
|
3-4 tahun
|
a. Senang
menari-narikan tangan jika mendengarkan musik
b. Mampu
menyanyikan cuplikan-cuplikan lagu sesuai irama
c. Mampu
bertepuk tangan membentuk irama
d. Suka
memukul-mukul benda sesuai dengan irama
|
5
|
4-5 tahun
|
a. Mengenal
dan mampu menyebut nama-nama lagu popular
b. Sering
meliuk-liukkan tubuh sesuai dengan irama
c. Mampu
menepuk-nepukkan tangannya membentuk irama
d. Mampu
memainkan alat musik tertentu
e. Melukis
dengan alat bervarisasi
|
6
|
5-6 tahun
|
a. Mampu
bernyanyi secara koor (kelompok)
b. Mampu
mengikuti gerak tari sebuah lagu sederhana
c. Menyanyikan
lagu diiringi musik
d. Mampu
memainkan alat musik
e. Mampu
melukis dengan alat dan bahan bervariasi
|
e.
Kecerdasan
Jasmaniah-Kinestetik
Kecerdasan
jasmaniah-kinestetik adalah kemampuan untuk menggunakan seluruh tubuh dalam
mengekspresikan ide, perasaan, dan menggunakan tangan untuk menghasilkan atau
mentransformasi sesuatu. Kecerdasan inti dari kecerdasan kinestetik adalah
kemampuan-kemampuan fisik yang spesifik, seperti koordinasi, keseimbangan,
kemampuan menerima atau merangsang dan hal yang berkaitan dengan sentuhan.
Kemampuan ini juga merupakan kemampuan motorik halus, kepekaan sentuhan, daya
tahan dan refleks (Richey, 2007).[30]
Secara
sederhana, anak yang mempunyai kecerdasan kinestetik yang baik mempunyai
cirri-ciri sebagai berikut:[31]
Tabel Ciri-Ciri Anak
Usia Dini yang Mempunyai kecerdasan Kinestetik Tinggi
No
|
Usia
Anak
|
Ciri-Ciri
|
1
|
Lahir-1 tahun
|
a. Menggerak-gerakkan
tangan
b. Mengangkat
kepala
c. Bisa
tengkurap dan membalik tanpa bantuan
d. Mampu
duduk sendiri
e. Mampu
merangkak dan berjalan pendek
|
2
|
1-2 tahun
|
a. Mampu
berdiri tegap dan berjalan pendek
b. Berlari-lari
kecil
c. Naik-turun
tangga dengan berpegangan
d. Memanjat
meja atau kursi
|
3
|
2-3 tahun
|
a. Mampu
berjalan dengan stabil
b. Lancer
berlari-lari
c. Mampu
menendang bola ke arah depan
d. Mampu
melompat-lompat kecil
e. Senang
bermain air
|
4
|
3-4 tahun
|
a. Berjalan
dan berlari dengan penuh keseimbangan badan
b. Naik
turun tangga tanpa berpegangan
c. Memanjat
bidang miring
d. Mampu
berdiri dengan satu kaki beberapa detik
e. Bergerak
mengikuti irama music
f.
Melipat kertas dengan
rapi
|
5
|
4-5 tahun
|
a. Berjalan
dengan berbagai variasi (maju, mundur, dan menyamping)
b. Mampu
memanjat pohon atau tangga pendek dan bergelantungan pada ayunan
c. Mampu
menendang bola dari jarak 3 meter
d. Mampu melompati gang atau parit atau benda
lain
e. Mampu
mengayuh sepeda roda empat
f.
Mampu menggunting
kertas
|
6
|
5-6 tahun
|
a. Mampu
menjaga keseimbangan badan ketika berjalan di atas titian (papan kecil
meyerupai jembatan tanpa berpegangan)
b. Mampu
senam dengan gerakan
c. Mampu
melompat dengan satu atau dua kaki secara bervariasi
d. Memakai
baju (kaos) dan sepatu sederhana (tanpa tali) sendiri tanpa dibantu
e. Mampu
mengendarai sepeda roda tiga
f.
Mampu melakukan gerak
acrobat
g. Mampu
menggunting kertas dan menempelkannya
|
f.
Kecerdasan
Interpersonal
Kecerdasan
interpersonal adalah kemampuan memahami pikiran, sikap, dan perilaku orang
lain. Kecerdasan ini merupakan kecerdasan indicator-indikator yang menyenangkan
bagi orang lain. Dengan memiliki kecerdasan interpersonal seorang anak dapat
merasakan apa yang dirasakan orang lain, menangkap maksud dan motivasi orang
lain dalam bertindak sesuatu, serta mampu memberikan tanggapan yang tepat
sehingga orang lain merasa nyaman. Komponen inti kecerdasan interpersonal
adalah kemampuan mencerna dan menanggapi dengan tepat berbagai suasana hati,
maksud, motivasi, perasaan, dan keinginan orang lain di samping kemampuan untuk
melakukan kerja sama.[32]
Anak-anak yang berkembang pada kecerdasan interpersonal peka terhadap kebutuhan
orang lain.
Secara
Sederhana, anak yang mempunyai kecerdasan interpersonal tinggi mempunyai
cirri-ciri sebagai berikut: [33]
Tabel Ciri-Ciri Anak
Usia Dini yang Mempunyai Kecerdasan Interpersonal Tinggi
No
|
Usia
|
Ciri-Ciri
|
1
|
Lahir-1
tahun
|
a. Mengamati
mainan yang digantungkan di atasnya
b. Menatap
siapa saja yang di sampingnya
|
2
|
1-2
tahun
|
a. Mudah
berbaur dengan anak-anak lain ketika bermain
b. Senang
bermain secara kelompok
|
3
|
2-3
tahun
|
a. Mudah
berkenalan dengan anak-anak lain
b. Senang
berada di dekat kerumunan teman-temannya
c. Memperbolehkan
mainannya dipinjamm temannya
|
4
|
3-4
tahun
|
a. Senang
pinjam-meminjam atau tukar-menukar mainan dengan anak lain
b. Tidak
menangis ketika berpisah dengan orang tuanya
c. Sabar
menunggu giliran bermain
|
5
|
4-5
tahun
|
a. Mau
mengalah dengan teman bermainnya
b. Tidak
menganggu temannya dengan sengaja
c. Mengerti
dan mematuhi aturan bermain dengan baik
d. Mampu
memimpin kelompok bermain kecil (2-4 anak)
e. Mampu
memecahkan masalah sederhana
|
6
|
5-6
tahun
|
a. Mengetahui
bagaimana caranya menunggu giliran ketika bermain
b. Berani
berangkat ke sekolah tanpa diantar
c. Tertib
menggunakan alat atau benda mainan sesuai dengan fungsinya
d. Tertib
dan terbiasa menunggu giliran atau antre
e. Memahami
akibat jika melakukan pelanggaran dan berani bertanggung jawab (tidak
menangis karena takut dihukum)
f.
Mampu memimpin
kelompok bermain yang lebih besar (antara 4-8 orang)
g. Terampil
memecahkan masalah sederhana
|
g.
Kecerdasan
Intrapersonal
Kecerdasan
intrapersonal adalah kemampuan untuk memahami diri sendiri dan bertanggung
jawab atas kehidupannya sendiri. Kecerdasan ini merupakan pengimbangan terhadap
kecerdasan interpersonal. Jika kecerdasan interpersonal menunjukkan kemampuan
berhubungan dengan orang lain, maka kecerdasana intrapersonal menunjukkan
kemampuan untuk berhubungan dengan
dirinya sendiri.[34]
Secara
sederhana, anak yang mempunyai kecerdasan intrapersonal tinggi mempunyai
cirri-ciri sebagai berikut:[35]
Tabel Ciri-Ciri Anak
Usia Dini yang Mempunyai Kecerdasan Interpersonal Tinggi
No
|
Usia
Anak
|
Ciri-Ciri
|
1
|
Lahir-1 tahun
|
a. Senang
mengamati benda yang disentuhnya
b. Senang
bermain sendiri (mandiri)
|
2
|
1-2 tahun
|
a. Bisa
mengungkapkan perasaan atau emosinya
b. Mampu
menyalurkan emosinya sendiri
|
3
|
2-3 tahun
|
a. Bermain
tanpa disuruh
b. Mengembalikan
benda-benda permainan pada tempatnya
|
4
|
3-4 tahun
|
a. Senang
mengajak temannya bermain
b. Senang
merenung atau berpikir ketika sendirian
c. Sering
mengungkapkan cita-citanya kepaga orang lain
|
5
|
4-5 tahun
|
a. Menunjukkan
sikap percaya diri yang tinggi
b. Selalu
bermain aktif, menggunakan waktu dengan baik
c. Mampu
menetapkan target bermain, misalnya menyusun balok dalam waktu 10 menit
|
6
|
5-6 tahun
|
a. Selalu
bersemangat ketika bermain, mempunyai motivasi yang tinggi
b. Sering
menyendiri, berkhayal, atau berpikir
c. Sering
menunjukkan mainan kebanggaanya kepada orang lain
d. Diam
ketika marah, seolah-olah mengendalikan emosinya
|
h.
Kecerdasan
Naturalistik
Menurut
Sri Widayanti, kecerdasan naturalis adalah kemampuan untuk mengenali berbagai
jenis flora (tanaman), fauna (hewan), dan fenomena alam lainnya, seperti asal
usul binatang, pertumbuhan tanaman, terjadinya tata surya, berbagai galaksi,
dan lain sebagainya.[36]
Kecerdasan ini ditambahkan oleh Howard Garner ke dalam Multiple Intelligences pada tahun 1995, pada awalnya ia memasukkan
kecerdasan ini ke dalam kecerdasan logis-matematis dan visual-spasial. Komponen
inti kecerdasan naturalis adalah kepekaan terhadap alam, keahlian membedakan
anggota-anggota suatu spesies, mengenali eksistensi spesies lain, dan memetakan
hubungan antara beberapa spesies baik secara formal maupun informal.[37]
Komponen
kecerdasan naturalis lain adalah perhatian dan minat mendalam terhadap alam,
serta kecermatan menemukan cirri-ciri spesies dan unsure alam yang lain.
Anak-anak yang suka menyelidiki berbagai kehidupan makhluk kecil, seperti
cacing, semut, dan ulat daun. Anak-anak suka mengamati gundukan tanah, memerika
jejak binatang, mengorek-ngorek tanah. Anak-anak yang memiliki kecerdasan
naturalis tinggi cenderung menyukai alam terbuka, akrab dengan hewan
peliharaan.
Secara
sederhana, anak yang mempunyai kecerdasan naturalis tinggi mempunyai cirri-ciri
sebagai berikut:[38]
Tabel Ciri-Ciri Anak Usia Dini yang Mempunyai
Kecerdasan Naturalis Tinggi
No
|
Usia
Anak
|
Ciri-Ciri
|
1
|
Lahir-1 tahun
|
a. Tertarik
bermain di alam bebas
b. Senang
melihat gambar pemandangan alam
|
2
|
1-2 tahun
|
a. Senang
mengamati dan berinteraksi sederhana dengan tanaman (terutama tanaman hias
atau bunga) dan hewan peliharaan, seperti kucing
b. Mengenali
sifat tanaman dan hewan peliharaan
|
3
|
2-3 tahun
|
a. Senang
bermain dengan benda-benda alam, seperti menata batu kerikil, membuat
mobil-mobilan dari tanah liat, menggunakan uang dari daun, dll
b. Asyik
mengamati gerak-gerik binatang peliharaan, seperti ikan hias di dalam
akuarium, burunf terbang, kucing neloncat, dsb
|
4
|
3-4 tahun
|
a. Mampu
membedakan objek alam sesuai dengan karakteristiknya, misalnya bisa
membedakan batu dengan kerikil, kucing dengan anjing, dan bungan dengan
tanaman pada umumnya
b. Mampu
mengenali karakteristis benda dan hewan peliharaan secara detail
|
5
|
4-5 tahun
|
a. Suka
bermain cocok-tanaman
b. Senang
memelihara hewan peliharaan
|
6
|
5-6 tahun
|
a. Mampu
memberi makan hewan peliharaan secara sederhana
b. Mampu
menyiram tanaman secukupnya
c. Mampu
berkreasi memperindah taman atau halaman
|
i.
Kecerdasan
Eksistensial-Spiritual
Sebenarnya,
kecerdasan yang ke-9 dalam system Multiple
Intelligences Howard Garner ini bukan kecerdasan spirituall, tetapi Garner
menyebutkan dengan istilah “kecerdasan eksistensial”. Kecerdasan spiritual
diyakini sebagai kecerdasan yang paling esensial dalam kehidupan manusia
dibandingkan dengan berbagai jenis kecerdasan lain seperti kecerdasan
intelektual, emosional, dan kecerdasan social.[39] Menurut Garner, kata “eksistensial” mempunyai
kaitan erat dengan pengalaman spiritualitas seseorang. Kecerdasan spiritual
adalah kemampuan seseorang untuk dapat mengenal dan memahami diri sepenuhnya
sebagai makhluk spiritual maupun sebagai bagian dari alam semesta. Kecerdasan
spiritual melibatkan seperangkat kemampuan untuk memanfaatkan sumber-sumber
spiritual. Jadi, kecerdasan spiritual adalah suatu kecerdasan yang diarahkan
untuk menyelesaikan persoalan, makna, dan nilai (Painton,2009).[40]
Berdasarkan
definisi yang telah diberikan di atas, yang dimaksud dengan kecerdasan
spiritual adalah kapasitas hidup manusia yang bersumber dari hati yang dalam
(inner-capacity) yang terilhami dalam bentuk kodrat untuk dikembangkan dan
ditumbuhkan dalam mengatasi berbagai kesulitan hidup.
Secara
sederhana, anak yang mempunyai kecerdasan spiritual tinggi mempunyai cirri-ciri
sebagai berikut:[41]
Tabel Ciri-Ciri Anank Usia yang Mempunyai Kecerdasan
Spiritual Tinggi
No
|
Usia
Anak
|
Ciri-Ciri
|
1
|
Lahir-1 tahun
|
a. Senang
mendengarkan music religi (islami)
b. Senang
mendengarkan senandung do’a
|
2
|
1-2 tahun
|
a. Mampu
menirukan sepatah dua patah kata dalam bacaan do’a
b. Menirukan
sebagian kecil dari gerakan ibadah
c. Mengenal
“nama” Tuhan (Allah)
|
3
|
2-3 tahun
|
a. Mengikuti
senandung lagu keagamaan
b. Menirukan
gerakan beribadah
c. Mengucapkan
salam
d. Mengikuti
cerita atau kisah Qur’an dan Nabawi
|
4
|
3-4 tahun
|
a. Mengikuti
bacaan do’a secara lengkap
b. Menyebutkan
contoh makhluk ciptaaan Tuhan
c. Maampu
menyebut “nama” Allah
d. Mengucapkan
kata-kata santun, seperti maaf, tolong, dll
|
5
|
4-5 tahun
|
a. Berdo’a
sebelum dan sesudah makan, tidur, dan aktivitas lainnya
b. Mampu
membedakan ciptaan Tuhan dan benda mainan buatan manusia
c. Membantu
pekerjaan ringan orang tuanya
d. Mengenal
sifat-sifat Allah swt. Dan mencintai Rasulullah saw.
|
6
|
5-6 tahun
|
a. Mampu
menghafal beberapa surah dalam al-Qur’an
b. Mampu
menghafal gerakan shalat secara sempurna
c. Mampu
menyebut beberapa sifat Allah
d. Menghormati
orang tua, menghargai teman-temannya, dan menyayangi adik-adiknya atau anak
di bawah usianya
e. Mengucapkan
syukur dan terima kasih
|
5.
Implikasi
Multiple Intelligences pada
Pendidikan Anak Usia Dini
Teori
dari multiple intelligences
dikembangkan sebagai penjelasan kemampuan manusia belajar yang dapat tergantung
pada tes empiris. Sebagai tambahan, teori ini tampaknya melindungi sejumlah
implikasi pendidikan yang cukup berharga untuk diperhatikan. Tahap-tahap alami
perkembangan dalam setiap kecerdasan dimulai dengan kemampuan membuat pola
dasar, misalnya, kemampuan untuk membedakan tinggi-rendahnya nada dalam
kecerdasan musik atau memahami pengaturan tiga dimensi dalam kecerdasan ruang.
Semua kemampuan ini muncul secara universal. Kecerdasan “mentah” lebih
mendominasi dalam tahun pertama kehidupan.[42]
Karena
kecerdasan dimanifestasikan dalam cara berbeda di tingkat perkembangan berbeda,
penilaian dan pemeliharaan perlu terjadi dalam cara yang tepat. Pemeliharaan
semasa balita tidak akan tepat untuk tahap yang selanjutnya, dan sebaliknya. Beberapa
implikasi untuk pengajaran dapat ditarik dari analisis ini. Pertama, peran
pengajaran dalam kaitan dengan manifestasi perubahan kecerdasan sepanjang
langkah-langkah perkembangan.[43] Pengajaran
harus dievaluasi dengan memperhatikan tahap-tahap perkembangan kecerdasan.
Siswa mendapat manfaat dari pengajaran hanya bila produktif atau pelatihan itu
cocok dengan tempat spesifik mereka dalam kemajuan perkembangan. Lingkungan
pengajaran yang amat terstruktur dapat mempercepat kemajuan dan menghasilkan
jumlah anak cerdas yang lebih banyak, tetapi pada akhirnya mungkin ini
membatasi pilihan dan menghambat ekspresi diri.
Banyaknya
pendekatan pengajaran pendidikan usia dini (PAUD) yang berkembang saat ini diyakini
mampu merangsang seluruh aspek kecerdasan anak (multiple intelligences) seperti pendekatan pengajaran melalui
metode BCCT (beyond centers and circle)
bermain yang terarah. Seting
pembelajarannya mampu merangsang anak untuk saling aktif, kreatif, dan terus
berfikir dengan menggali pengalaman sendiri. Hal ini berbeda dengan paradigma
pendidikan lama yang menghendaki siswa mengikuti perintah, meniru atau
menghafal. Kegiatan pembelajaran bermain sambil belajar integrasi agama melalui
pendekatan BCCT yang dimaksud adalah pola pengajaran yang diterapkan dengan
menggunakan kegiatan belajar yang menyenangkan dengan pendekatan sentra dan
saat lingkaran.
Pendekatan
sentra dan lingkaran adalah pendekatan penyelenggaraan PAUD yang berfokus pada
anak yang dalam proses pembelajarannya berpusat di sentra main (sentra
persiapan, peran makro, mikro, balok, imtaq, seni, dan sentra bahan alam), dan
saat dalam lingkaran dengan menggunakan 4 jenis pijakan (scaffolding) untuk mendukung perkembangan anak dalam rangka
mengembangkan seluruh potensi kecerdasan anak. Sentra main adalah zona atau
area main anak yang dilengkapi dengan seperangkat alat main yang berfungsi
sebagai pijakan lingkungan yang diperlukan untuk mendukung perkembangan anak.
Bentuk-bentuk sentra yang jika dimainkan akan mengembangkan semua aspek
kecerdasan anak:[44]
1. Sentra
ibadah
Sentra
ini adalah spiritualitas atau keagamaan. Melalui sentra ini, anak dapat
dirangsang supaya semua kemampuannya tumbuh dan berkembang dengan
memperkenalkan Tuhan, menghitung jumlah ciptaan-Nya, merasakan secara emosional
kehadiran-Nya, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan religiuitas.
2. Sentra
bahasa
Sentra
ini akan mengemas berbagai perkembangan kecerdasan anak melalui kecerdasan
bahasa atau kosa kata anak. Kecerdasan anak bisa dikembangkan melalui kegiatan
berbicara, mendengar, bernyanyi, berpuisi, menulis, dan bercerita. Jika yang
dikatakan adalah bilangan-bilangan, maka sentra ini secara tidak langsung
mengembangkan kecerdasan matematika.
3. Sentra
balok
Sentra
ini bertujuan untuk mengasah kecerdasan visual-spasial (kecerdasan ruang) anak.
Sentra ini menyodorkan anak agar bermain berbagai bentuk balok, seperti kubus,
dadu, geometri, dan lain sebagainya. Di samping itu, anak-anak juga sering
diajak menonton film, menggambar, dan berimajinasi.
4. Sentra
bermain peran
Sentra
ini bertujuan untuk mengasah kecerdasan interpersonal dan intrapersonal, serta
menumbuhkan jiwa kompetitif pada anak. Biasanya sentra ini mengajak anak-anak
bermain peran, cerita estafet, bermain kelompok, dan lain sebagainya.
5. Sentra
seni musik
Sentra
ini mengajak anak-anak untuk bermain musik dan seni tari, sehingga anak
mempunyai kecerdasan musikal yang tinggi.
6. Sentra
ketangkasan atau kinestetik
Sentra
ini bertujuan untuk mengasah kemampuan olah tubuh atau ketangkasan anak.
Biasanya, sentra ini adalah lapangan atau ruang terbuka. Bisa juga dilakukan di
alam bebas ketika karya wisata atau taman safari.
7. Sentra
alam bebas
Sentra
ini bertujuan untuk mencerdaskan naturalis anak. Dengan kata lain, sentra ini
bertujuan untuk menumbuhkan kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan dan
alam sekitar.
8. Sentra
puzzle
Sentra
ini dapat menumbuhkan kecerdasan matematis-logis, linguistik, visual, spiritual,
intra dan interpersonal anak. Misalnya, potongan-potongan puzzle tersebut
diberi gambar masjid (mengasah kecerdasan spiritual anak), dimainkan berdua (mengasah
kecerdasan sosial-emosional dan interpersonal), beberapa puzzle dimainkan
secara serempak (menumbuhkan jiwa kompetisis anak), dan lain sebagainya.
Pijakan
adalah dukungan yang berubah-ubah yang disesuaikan dengan perkembangan yang
dicapai anak yang diberikan sebagai pijakan untuk mencapai perkembanganya yang
lebih tinggi. Empat pijakan tersebut adalah:[45] pijakan
lingkungan main, pijakan sebelum main, pijakan selama main, dan pijakan setelah
main.
Setiap
anak memperoleh dukungan untuk aktif, kreatif, dan berani mengambil keputusan
sendiri tanpa tahu membuat kesalahan. Setiap tahap perkembangan bermain anak
dirumuskan secara jelas, sehingga dapat menjadi acuan bagi pendidik melakukan
penilaian perkembangan anak. Penerapan BCCT tidak bersifat kaku. Dapat
dilakukan secara bertahap, sesuai situasi dan kondisi setempat.
D.
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Multiple intelligences kini telah banyak dikembangkan dari
sejak kajian teoritis sampai pada berbagai praktek kegiatan pendidikan dan
pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. Kajian-kajian tentang
pengembangan kemampuan anak berdasarkan multiple
intelligences ini diharapkan memberikan satu nuansa baru bagaimana
sebenarnya hakikat manusia dari sisi potensi, bakat, dan kemampuannya dapat
dikembangkan secara optimal. Tentu kajian ini tidak berhenti sampai di sini
saja. Lebih dari itu, masih terlalu dini untuk mengungkapkan bahwa multiple intelligences adalah yang
terbaik dalam pengembangan kepribadian seorang anak.
Namun yang pasti memberi kesempatan
bagi orang tua, guru, dan peserta didik sejak awal, khususnya tentang multiple intelligences kiranya dapat
memberikan satu motivasi yang kuat, bahwa kegiatan pendidikan dan pembelajaran
perlu dikaji lebih jauh. Tulisan ini diharapkan menjadi nilai nilai inspirasi
bagi upaya peningakatan kemauan dan kemampuan dalam memahami multile intelligences tersebut.
2.
Kritik
dan Saran
Demikianlah
makalah ini kami susun sebagai bahan presentasi dalam diskusi. Oleh karena
banyaknya hal belum tersaji dalam makalah ini maka di harapkan kritik dan
sarannya dari peserta diskusi dan bimbingan serta arahan dari Dosen Pengampu
yang akan sangat membantu untuk menyempurnakan makalah ini. Terima kasih dan
semoga Allah melimpahkan hidayah ilmiah kepada kita semua.Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Garner, Howard. Multiple Intelligences: Teori Dalam Praktek.
Alih Bahasa: Drs. Alexander Sindoro. Tangerang: Interaksara. 2012.
Goleman, D. Emotional Intelligences: Why it can matter more than IQ. New York:
Bantam. 1995.
Hurlock, Elizabeth. B. Perkembangan Anak, terj: dr. Med.
Meitasari Tjandrasa, Dra. Muslichah Zarkasih. Jakarta: PT Gelora Aksara
Pratama. 1978.
Jasmine, Julia, M.A. Panduan Praktis Mengajar Berbasis Multiple
Intelligences. Bandung: Nuansa. 2007.
Lwin, May, dkk. Cara Mengembangkan Berbagai Komponen
Kecerdasan. Jakarta: PT Indeks. 2008.
Musfiroh, Tadkiroatun. Pengembangan Kecerdasan Majemuk.
Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka. 2008.
Riyanto, Prof.Dr.H. Yatim, M.pd. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta:
Prenada Media Group. Cet 1. 2009.
Sujiono, Yuliani Nurani,dkk. Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta:
Penerbit Universitas Terbuka. 2006
Suyadi, M.Pd.I. Psikologi Belajar PAUD. Yogyakarta:
Pedagogia. 2010.
Wawuru, Fidelis E.& Monty P.
Satiadarma. Mendidik Kecerdasan, Pedoman
bagi orang tua dan guru dalam mendidik anak cerdas. Ed 1. Jakarta: Pustaka
Populer Obor. 2003.
Wulan, Ratna. Mengasah Kecerdasan Pada Anak (bayi- pra-sekolah). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 2011.
Yaumi, Dr. Muhammad,M.Hum.,M.A. Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences.
Jakarta: Dian Rakyat. 2012.
[1] Wulan, Ratna. Mengasah Kecerdasan Pada Anak (bayi-
pra-sekolah). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2011.hlm: 21.
[4] Wulan,
Ratna. Mengasah Kecerdasan Pada Anak
(bayi- pra-sekolah). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2011. hlm: 28.
[6] Hurlock,
Elizabeth. B. Perkembangan Anak,
terj: dr. Med. Meitasari Tjandrasa, Dra. Muslichah Zarkasih. Jakarta: PT Gelora
Aksara Pratama. 1978.
[7] Wulan,
Ratna. Mengasah Kecerdasan Pada Anak
(bayi- pra-sekolah). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2011.hlm:54.
[8] Musfiroh,
Tadkiroatun. Pengembangan Kecerdasan
Majemuk. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka. 2008.hlm: 1.3.
[9] Yaumi,
Dr. Muhammad,M.Hum.,M.A. Pembelajaran
Berbasis Multiple Intelligences. Jakarta: Dian Rakyat. 2012.hlm: 11.
[11] Musfiroh,
Tadkiroatun. Pengembangan Kecerdasan
Majemuk. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka. 2008.hlm: 1.4.
[12] Riyanto,
Prof. Dr. H. Yatim, M.pd. Paradigma Baru
Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media Group. Cet 1. 2009. hlm: 219.
[13] Yaumi,
Dr. Muhammad,M.Hum.,M.A. Pembelajaran
Berbasis Multiple Intelligences. Jakarta: Dian Rakyat. 2012.hlm: 12.
[14] Musfiroh,
Tadkiroatun. Pengembangan Kecerdasan
Majemuk. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka. 2008.hlm: 1.5.
[15] Jasmine,
Julia, M.A. Panduan Praktis Mengajar
Berbasis Multiple Intelligences. Bandung: Nuansa. 2007.hlm: 12.
[16] Sujiono,
Yuliani Nurani,dkk. Metode Pengembangan
Kognitif. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka. 2006.hlm: 6.4.
[17] Yaumi,
Dr. Muhammad,M.Hum.,M.A. Pembelajaran
Berbasis Multiple Intelligences. Jakarta: Dian Rakyat. 2012.hlm: 12.
[19] Wawuru, Fidelis E.& Monty P.
Satiadarma. Mendidik Kecerdasan, Pedoman
bagi orang tua dan guru dalam mendidik anak cerdas. Ed 1. Jakarta: Pustaka
Populer Obor. 2003. hlm: 7.
[20] Wawuru, Fidelis E.& Monty P.
Satiadarma. Mendidik Kecerdasan, Pedoman
bagi orang tua dan guru dalam mendidik anak cerdas. Ed 1. Jakarta: Pustaka
Populer Obor. 2003. hlm: 8.
[23] Yaumi,
Dr. Muhammad,M.Hum.,M.A. Pembelajaran
Berbasis Multiple Intelligences. Jakarta: Dian Rakyat. 2012. hlm: 15.
[25] Yaumi,
Dr. Muhammad,M.Hum.,M.A. Pembelajaran
Berbasis Multiple Intelligences. Jakarta: Dian Rakyat. 2012. hlm: 16.
[28] Yaumi,
Dr. Muhammad,M.Hum.,M.A. Pembelajaran
Berbasis Multiple Intelligences. Jakarta: Dian Rakyat. 2012. hlm: 18-19.
[30] Yaumi,
Dr. Muhammad,M.Hum.,M.A. Pembelajaran
Berbasis Multiple Intelligences. Jakarta: Dian Rakyat. 2012. hlm: 17-18.
[32] Yaumi,
Dr. Muhammad,M.Hum.,M.A. Pembelajaran
Berbasis Multiple Intelligences. Jakarta: Dian Rakyat. 2012. hlm: 21-22.
[37] Yaumi,
Dr. Muhammad,M.Hum.,M.A. Pembelajaran
Berbasis Multiple Intelligences. Jakarta: Dian Rakyat. 2012. hlm: 23.
[39] Yaumi,
Dr. Muhammad,M.Hum.,M.A. Pembelajaran
Berbasis Multiple Intelligences. Jakarta: Dian Rakyat. 2012. hlm: 24.
[42] Garner, Howard. Multiple Intelligences: Teori Dalam Praktek. Alih Bahasa: Drs.
Alexander Sindoro. Tangerang: Interaksara. 2012. hlm: 54.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar